Bisnis.com, GARUT - Wakil Bupati Garut Helmi Budiman mengatakan kalau kabupaten tersebut masih kekurangan tracer untuk pelacakan kasus Covid-19. Hal tersebut dianggap memperlambat proses penanganan wabah.
Saat ini, petugas tracing atau tracer di Kabupaten Garut hanya dari tenaga kesehatan di 67 pusat pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas) dan anggota babinsa atau bhabinkamtibmas TNI-Polri.
"Kunci keberhasilan penanganan wabah salah satunya ada di tracer, kalau kurang itu menyulitkan. Perlu ada penguatan tenaga tracer hingga jumlahnya benar-benar ideal," kata Helmi di Kabupaten Garut, Senin (2/8/2021).
Helmi mengatakan, penyebab Kabupaten Garut kekurangan tracer lantaran kurangnya antusias dari sebagian masyarakat terkait penanganan Covid-19.
Pihaknya membuka kesempatan bagi seluruh warga untuk menjadi bagian dalam percepatan penanganan wabah, "Tugas tracer itu sangat penting, mereka melacak orang-orang yang berkontak dengan terkonfirmasi positif Covid-19," kata Helmi.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi menyebutkan, pemerintah saat ini tengah memperkuat upaya 3M dan 3T sebagai kunci utama memutus mata rantai penularan Covid-19. Program tersebut, dibutuhkan SDM yang terampil dengan jumlah yang besar.
Untuk tracing kasus, diperkirakan per 100.000 penduduk dibutuhkan sekitar 30 tracer yang tersebar di seluruh desa. Sementara untuk menyelesaikan pelacakan kasus bagi 269 juta jiwa diperkirakan butuh sekitar 80.000 tracer di seluruh desa.
“Kita tidak punya aparat seperti itu, yang punya hanya Polri dan TNI, oleh karena itu kita harus bekerjasama dengan Polri dan TNI untuk melakukan fungsi surveilans untuk mengidentifikasi ‘musuhnya’ di mana, dengan melibatkan minimal 80.000 tracer,” katanya.