Bisnis.com, GARUT- Kabupaten Garut menghadapi ancaman serius terkait ketersediaan air bersih.
Penjabat (Pj) Bupati Garut, Barnas Adjidin, memperingatkan bahwa tanpa langkah strategis, daerah ini berpotensi mengalami krisis air bersih dalam 30 hingga 50 tahun mendatang.
Ia menyoroti menurunnya kualitas air bersih sebagai dampak dari perubahan iklim, eksploitasi sumber daya alam, dan meningkatnya kebutuhan populasi.
"Ketersediaan air semakin menurun, sementara kebutuhan terus meningkat. Jika tidak ada kebijakan strategis, kita bisa menghadapi krisis besar. Kajian jangka panjang sangat diperlukan untuk menyelamatkan Garut dari ancaman ini," kata Barnas, Selasa (26/11/2024).
Menurut Barnas, masalah air bersih bukan hanya isu lokal, melainkan tantangan global. Ia menyoroti bahwa di masa depan, konflik antarnegara bahkan diprediksi terjadi akibat perebutan sumber air berkualitas.
Garut, sebagai wilayah dengan banyak sumber mata air, harus bersiap menghadapi kemungkinan eksploitasi sumber daya oleh pihak eksternal.
Baca Juga
"Negara-negara yang kekurangan air akan mulai mencari dan mengeksploitasi sumber air di wilayah lain. Kita harus melindungi potensi air bersih di Garut agar tetap dapat dinikmati oleh masyarakat kita," tambahnya.
Saat ini, Perumda Air Minum Tirta Intan menjadi ujung tombak penyediaan air bersih di Garut. Lembaga ini melayani lebih dari 61.000 pelanggan dengan dukungan 329 karyawan.
Direktur Perumda, Aja Rowikarim, mengakui tantangan yang dihadapi dalam menjaga kuantitas, kualitas, dan kontinuitas air bagi masyarakat.
"Kami terus berupaya memperbaiki layanan, termasuk memperbaiki infrastruktur dan menambah tangki air untuk kondisi darurat. Namun, tantangan terbesar adalah memastikan pasokan air tetap terjaga di masa depan," jelas Aja.
Untuk mencegah krisis, Barnas menyerukan perlunya kolaborasi antara pemerintah, ahli, dan masyarakat. Kajian ilmiah yang komprehensif harus segera dilakukan untuk mengidentifikasi potensi sumber daya air, memperbaiki sistem distribusi, dan mengembangkan teknologi pengolahan air.
"Dibutuhkan langkah-langkah konkret, seperti pelestarian lingkungan, pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan, dan kebijakan pengelolaan air yang tegas. Ini bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tanggung jawab bersama," ujar Barnas.
Para ahli lingkungan menilai bahwa tantangan terbesar dalam penyediaan air bersih di Garut adalah kerusakan ekosistem hulu akibat deforestasi dan alih fungsi lahan.
Jika ini terus berlangsung, debit air akan terus menurun, sementara polusi dari aktivitas industri dan limbah domestik memperburuk kualitasnya.
Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Garut, konsumsi air bersih meningkat rata-rata 5% per tahun, sedangkan kapasitas sumber air tetap stagnan.
Hal ini menunjukkan bahwa tekanan terhadap sumber daya air akan semakin tinggi di masa depan.
Ancaman krisis air bersih menjadi pengingat bagi semua pihak untuk bertindak segera. Jika langkah preventif dilakukan, Garut masih memiliki peluang untuk mempertahankan posisinya sebagai wilayah dengan potensi sumber daya air melimpah.