Bisnis.com, BANDUNG—Merek-merek fashion internasional seperti H&M, ZARA hingga GAP dan lainnya didesak tidak mencabut kontrak terhadap industri garmen subkontrak di Indonesia guna menyelamatkan nasib buruh garmen.
Koordinator Umum Perempuan Tangguh Indonesia (PTI) Myra Winarko mengatakan data Kementerian Tenaga Kerja mencatat krisis pandemi Covid-19 ini, setidaknya telah membuat 2,8 juta pekerja kehilangan pekerjaannya. Krisis PHK tertinggi pada industri padat karya seperti pariwisata
dan industri manufaktur lainnya terutama industri pakaian jadi (garmen).
“Kami sudah melakukan riset, yang menunjukkan lebih dari 75% pekerja garmen adalah perempuan, yang dirumahkan atau di PHK tanpa kompensasi yang cukup, sehingga jutaan pekerja yang kehilangan pekerjaan ini terancam rawan pangan,” katanya dalam rilis yang diterima Bisnis, Selasa (5/5/2020).
Menurutnya yang bisa menjadi penyambung napas para pekerja garmen di Indonesia adalah perpanjangan kontrak dari para buyer internasional terutama dari pemegang merek high fashion terkenal seperti H&M, ZARA dan GAP.
“Kami dalam waktu segera juga akan memulai program kampanye untuk mendesak pemilik brand atau buyer internasional terutama produk garmen (seperti H&M, Zara, GAP, dan banyak lainnya) agar tidak serta merta mencabut dan membatalkan seluruh order terhadap pabrik-pabrik subkontrak mereka di Indonesia,” katanya.
PTI menurutnya akan mensosialisasikan program Kampanye Penggunaan Masker. Dalam program tersebut pihaknya bergerak untuk tidak saja menganjurkan pemakaian masker kepada masyarakat, tetapi juga turut menopang perekonomian rakyat dengan memfasilitasi UKM di berbagai kota untuk memproduksi masker secara massif.
Koordinator Kampanye Masker PTI Liza Zen Purba mengatakan masker yang diproduksi akan dipasarkan dengan konsep solidaritas sosial. “Artinya masyarakat yang mampu akan membeli masker dan dengan pembeliannya itu mereka juga mendonasikan satu masker lain untuk dibagikan PTI kepada masyarakat yang kurang mampu”, tuturnya.
Sejauh ini, PTI telah bekerja sama dengan setidaknya 26 konveksi rumahan yang melibatkan setidaknya 200 perempuan penjahit di Jakarta, Bandung Raya, Bogor, Tasikmalaya dan Garut.
“Jawa Barat menjadi pilihan utama, karena selain provinsi dengan populasi dan jumlah tenaga kerja terbesar, tingkat pengangguran juga sangat tinggi, tetapi juga karena merupakan salah satu pusat industri garmen di Indonesia,” tuturnya.
“Kampanye ini berhasil untuk Bangladesh, dan akan mulai kita launching di Indonesia, sebagai upaya kita untuk mendukung pemerintah melakukan pemulihan ekonomi pasca Covid nanti”, jelas Myra Winarko.