Bisnis.com, BANDUNG - Jika memanen buah, sayur atau segala hal yang ditanam mungkin terdengar biasa, tapi apa jadinya jika yang dipanen adalah air hujan?
Hal ini lah yang digelorakan oleh Pemerintah Kota Bandung untuk mengatasi krisis air dan juga banjir yang kerap terjadi lantaran air tidak terserap tanah melainkan langsung mengalir melalui aspal, beton dan selokan ke sungai-sungai, sehingga tidak mampu ditampung untuk persediaan saat kemarau tiba.
Namanya Gerakan Memanen Hujan dengan menggunakan teknik drum pori. Teknik ini diyakini dapat menampung dan menyalurkan air hujan ke dalam tanah agar air dapat memiliki waktu tinggal lebih lama.
Dengan masuknya air hujan kedalam tanah, maka bisa membantu mengurangi resiko terjadinya luapan banjir. Semakin banyak air yang masuk, meresap kedalam tanah berarti semakin banyak pula cadangan air.
"Gerakan ini dengan konsep drum pori. Rata-rata drum itu menampung sekitar 200 liter air. Bayangkan kalau warga Bandung rata-rata 50 KK (Kepala Keluarga) per satu RT dikalikan 200 liter. Sekali air turun bakal tertabung di sini (drum pori) untuk dimanfaatkan," jelas Wali Kota Bandung Oded M Danial saat meresmikan gerakan Bandung Memanen Hujan (Rain Water Harvesting), di Komplek Cijambe Indah, Jalan Vijayakusuma RT 07 Kelurahan Pasir Endah Kecamatan Ujungberung, Rabu (17/7/2019).
Melalui gerakan ini, Oded meminta masyarakat turut melakukan hal yang sama di lingkungannya. Bahkan, Oded mengintruksikan kepada seluruh ASN untuk bisa membuat drum pori di tempat tinggalnya.
“Dimulai dari para ASN, maka masyarakat ikut membuatnya,” jelas Oded.
Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Bandung, Didi Ruswandi mengaku memprioritaskan drum pori. Karena bahan yang dibutuhkan sangat mudah yakni dengan menggunakan drum bekas. Pengerjaannya pun relatif murah dan mudah.
"Kalau DPU yang bergerak itu sekitar 1500 drum per tahun, karena drum kita ada segitu. Bisa tambah kalau kita ada sumbangan drum. Kita pun membuat surat kepada ketua TJSL, jika ada CSR silakan memberikan drum," ujarnya.
Dia menargetkan untuk tahun 2019 mencapai 650 drum pori. Sampai saat ini baru terhitung 209 drum.
Sementara itu, penggagas sumur resapan dengan metode drum pori, Rahim Asyik Budhi Santoso mengungkapkan, tidak semua wilayah bisa menerapkan drum pori.
Wilayah dataran tinggi atas bisa menggunakan teknik ini. Namun, di daratan rendah seperti wilayah selatan Bandung kurang cocok.
"Seperti daerah Buahbatu ke bawah itu airnya hanya 50 cm di permukaan tanah jadi tidak efektif, tapi kalau di dataran Utara Bandung, 1 drum bisa menampung 220 liter dalam 10 menit sudah ilang, sehingga efektif penggunaannya," kata Rahim.
Selama lima tahun observasi, dengan pola ini dia yakin mampu mengetahui daerah mana saja potensi banjir yang belum terselesaikan.
"Jadi terpetakan masalahnya, sehingga kalau nanti ada problem di wilayah selatan seperti Gedebage kita bisa langsung mengantisipasinya," ujar Rahim.