Bisnis.com, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) membolehkan surat keterangan perekaman KTP-el dipakai sebagai syarat menggunakan hak pilih dan memperpanjang registrasi terbatas daftar pemilih tambahan atau DPTb menjadi H-7 pencoblosan.
Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengatakan KTP-el sebagai dokumen identitas resmi penduduk yang wajib dimiliki tidak sama dengan dokumen identitas lainnya. Meski demikian, MK memahami bahwa masih banyak warga yang tidak memiliki KTP-el.
Guna tetap melindungi hak pilih, MK membolehkan penggunaan surat keterangan perekaman KTP-el dari dinas kependudukan dan pencatatan sipil bila nama seseorang tidak tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT). Dengan demikian, Pasal 348 ayat (9) UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dimaknai termasuk surat keterangan perekaman KTP-el.
Selain itu, MK memperpanjang masa registrasi DPTb dari 30 hari sebelum pemungutan suara menjadi H-7 pencoblosan. Ketentuan itu hanya berlaku bagi pemilih yang mengalami keadaan tertentu yakni karena alasan sakit, bencana alam, tahanan, atau melaksanakan tugas.
"Batas waktu 7 hari rasional untuk didaftarkan dalam DPTb," kata Hakim Konstitusi Aswanto saat membacakan pertimbangan Putusan MK No. 20/PUU-XVII/2019.
Selain itu, UU Pemilu ditengarai tidak mengantisipasi penghitungan suara berlangsung melewati hari-H pencoblosan. Untuk itu, MK memperpanjang penghitungan suara sampai 12 jam setelah hari pencoblosan alias pukul 12.00 pada H+1.
Meski demikian, MK tidak sependapat dengan gugatan Pasal 350 ayat (2) mengenai pembentukan TPS khusus DPTb, Pasal 340 ayat (4) tentang pembatasan memilih surat suara di luar domisili. Dalil pemohon terhadap inkonstitusionalitas dua norma tersebut dinilai tidak beralasan menurut hukum.
“Mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan amar putusan.