Bisnis.com, BANDUNG -- Rizal Ramli menyebut Civil Society jelang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019 masih kebingungan dalam menentukan pilihan. Pasalnya, Rizal menilai kedua calon baik calon nomor urut 01 dan 02 belum menawarkan solusi konkret terkait permasalahan nasional.
"Hari ini civil society kebingungan, masih banyak yang bingung, di satu sisi dia gak suka sama kebijakan ekonomi Jokowi, karena ekonomi mandeg di 5 persen, risiko makro ekonomi Indonesia makin tinggi, defisit neraca perdagangan paling besar selama 10 tahun, defisit transaksi berjalan paling tinggi selama 4,5 tahun," kata dia, di Bandung, Selasa (12/3).
Namun pada saat yang bersamaan, civil society masing ada rasa "ketakutan" untuk memilih pasangan calon presiden nomor urut 02, Prabowo lantaran ketakutan kehilangan demokrasi.
"Mereka dalam tanda kutip takut-takut sama Prabowo. Jangan-jangan otoriter, jangan-jangan tidak demokratis," jelasnya.
Untuk menguji hal tersebut, Rizal smenguji kecil-kecilan kepada dua paslon presiden dan wakil presiden, yakni memberikan tantangan apakah dari kedua paslon tersebut bila terpilih berani untuk merevisi UUD ITE.
Ia pun memastikan akan mendukung bagi paslon siapa saja yang mau dan berani merevisi Undang-ungan elektronik tersebut.
Pasalnya, ia menilai undang-undang tersebut kini digunakan oleh penguasa untuk memberangus hak mengemukakan pendapat dari masyarakat.
"Kalau kamu dituduh melakukan hoax atau menghina seseorang, itu langsung ditangkap, tanpa proses pengadilan, pengadilan belakangan," jelasnya.
Hasilnya, hanya paslon nomor urut 02 yang berani untuk merevisi UUD ITE jika nanti terpilih menjadi orang nomor 1 di Indonesia. Sedangkan nomor urut 01, hingga kini belum memberikan jawaban terkait tantangan tersebut.
"Pertanyaan yang sama saya tanyakan kepada Jokowi dan timnya, sampai hari ini kagak ada jawabannya,
Saya mikir-mikit kenapa gak mau jawab, menduga-duga jangan-jangan akan menggunakan UUD ITE untuk menangkap yang kritis-kritis untuk 5 tahun mendatang," jelasnya.
Padahal, ia lebih setuju UUD ini digunakan untuk menjerat sejumlah kejahatan yang menggunakan elektronik. Seperti untuk kejahatan keuangan, untuk kejahatan terorisme, untuk kejahatan sexual online, untuk kejahatan elektronik.
"Tapi sama sekali tidak setuju kalau UUD ITE ini dipake untuk memberangus demokrasi. Yang terjadi hari ini UUD ITE menggunakan kejahatan apa pakai ini, tapi justru temen-temen yang kritis yang ditangkep-tangkep," jelasnya.
Pria kelahiran Padang ini menuturkan, saat ini juga posisi kedua paslon terpaut selisih suara yang sangat tipis, kurang dari satu digit, sehingga peran sikap politik civil society akan menjadi sangat vital dalam menentukan pemenang dari kontestasi politik akbar ini.
"Prabowo sekarang udah deket dengan Jokowi, kurang dari satu digit, yang menentukan swing voter, dan swing voter mayoritas civil society kalau mereka menentukan sikap, mereka lah yang menentukan siapa yang pemenang, istilahnya kondisinya sudah mendekati tipping point," jelasnya.