Bisnis.com, BANDUNG - Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) kembali menggandeng Badan Pusat Statistik (BPS) dalam membangun data statistik ekonomi kreatif tahun 2017 untuk memperkaya data mengenai ekonomi kreatif Indonesia. Kerjasama ini ditandai dengan rapat pembahasan awal kegiatan di Hotel Papandayan, Bandung, Kamis (6/7).
"Ekonomi kreatif baru tapi sangat penting. Bisa menjadi lokomotiv baru dalam menggerakan perekonomian Indonesia," ujar Kepala BPS Suhariyanto, kepada wartawan pada konferensi pers di Hotel Papandayan, Kamis (6/7).
Bekraf dan BPS pun, tahun ini, akan menambahkan jumlah cakupan data yang disusun. Di antaranya profil usaha subsektor berdasarkan Sensus Ekonomi 2016, penyediaan Klasifikasi Baku Jabatan Indonesia (KBJI), data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan tabel input-output (I-O).
Tahun 2015, sektor ekonomi kreatif sendiri telah berkontribusi sebanyak 7,38% terhadap total perekonomian nasional.
"Sedangkan dari sisi tenaga kerja, sektor ekonomi kreatif mampu menyerap 13,9% dari total tenaga kerja. Atau sebanding dengan 15,9 juta tenaga kerja," ujar Suhariyanto.
Hasil kerja sama tahun lalu ini mencatat bahwa mode, kriya, dan kuliner merupakan tiga subsektor yang menjadi primadona seperti dijelaskan Triawan Munaf, Kepala Bekraf.
"Percepatan pertumbuhan ekonomi, termasuk ekspornya, sangat luar biasa," tambah Triawan Munaf menanggapi tiga subsektor primadona tersebut.
Tahun ini, subsektor primadona tersebut pemantauannya tetap dijaga. Sedangkan subsektor musik, film, dan aplikasi & game, menjadi tantangan yang perlu ditaklukan.
Alasannya, seperti dijelaskan Triawan Minaf, hasil perhitungan ketiga subsektor ini masih kecil, sedangkan potensi dan keadaan sesungguhnya bisa sangat jauh berbeda.
Ekspor barang-barang kreatif Indonesia senilai US$19,4 miliar atau 12,88% dari total ekspor Indonesia tahun 2015.
"Fashion busana Muslim di Indonesia sangat dipandang oleh dunia," ujar Triawan Munaf.