JAKARTA--Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan ekspor cukup tajam pada November 2016 yakni mencapai 21,34 persen menjadi 13,50 miliar dolar Amerika Serikat, jika dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya yang sebesar 11,12 miliar dolar AS.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, peningkatan ekspor tersebut merupakan yang tertinggi sejak Juni 2015. Pada 2016, BPS mencatat ada pola kenaikan ekspor sedikit demi sedikit pada tiap bulannya, sejak Januari.
"Kenaikan ekspor cukup spektakuler. Ini memberikan gambaran bahwa perdagangan internasional kita dari sisi ekspor lebih baik," kata Sasmito, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis.
Kenaikan ekspor tersebut didorong oleh meningkatnya ekspor lemak dan minyak hewan nabati mencapai 366,1 juta dolar AS atau mencapai 20,37 persen, diikuti bahan bakar mineral 141,6 juta dolar AS dan perhiasan permata sebesar 87,3 juta dolar AS.
"CPO dan turunannya mendorong kenaikan ekspor. Kenaikan tersebut disebabkan volume yang meningkat meskipun harga sedikit menurun," kata Sasmito.
Ekspor nonmigas ke Republik Rakyat Tiongkok merupakan yang terbesar yakni mencapai 1,81 miliar dolar AS, diikuti oleh Amerika Serikat sebesar 1,33 miliar dolar AS dan Jepang sebesar 1,30 miliar dolar AS. Kontribusi ketiga negara tersebut mencapai 35,84 persen dari total ekspor Indonesia.
Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia pada periode Januari-November 2016 mencapai 130,65 miliar dolar AS atau menurun 5,63 persen dibanding periode yang sama tahun 2015, demikian juga ekspor nonmigas mencapai 118,80 miliar dolar AS atau menurun 1,96 persen.
Menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan pada periode yang sama turun 0,28 persen dibanding tahun sebelumnya. Ekspor hasil tambang dan lainnya turun 9,75 persen, demikian juga ekspor hasil pertanian turun 10,48 persen.
Berdasarkan provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari-November 2016 berasal dari Jawa Barat dengan nilai 23,43 miliar dolar AS atau 17,93 persen, diikuti Jawa Timur 16,91 miliar dolar AS atau 12,94 persen dan Kalimantan Timur 12,57 miliar dolar AS atau 9,62 persen.