Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sengketa Pilkada Pun Seret Akta Nikah Wali Kota Bekasi

BEKASI--Pihak penggugat dalam sengketa Pilkada Kota Bekasi, Jawa Barat, akan membawa dugaan pemalsuan akta nikah Rahmat Effendi ke ranah pidana pascapenolakan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara.

BEKASI--Pihak penggugat dalam sengketa Pilkada Kota Bekasi, Jawa Barat, akan membawa dugaan pemalsuan akta nikah Rahmat Effendi ke ranah pidana pascapenolakan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara. "Kami persoalkan status pernikahan Rahmat dan istri keduanya, Lucyana Oktora, ke kepolisian," ujar koordinator tim kuasa hukaum penggugat Shalih Mangara Sitompul di Bekasi, Rabu. Dia mengatakan upaya tersebut dilakukan pihaknya karena keputusan PTUN Bandung untuk menolak materi gugatan dari pasangan Sumiyati Mochtar Muhammad-Anim Imamudin (SM2), Awing Asmawi-Andi Zabidi (Azib), dan Dadang Mulyadi-Lucky Hakim (Dalu) tidak tepat. "Rahmat Effendi sudah jelas melakukan penipuan dalam berkas pendaftaran calon wali kota karena hanya mencantumkan satu istri saja," katanya. Pada sidang agenda putusan PTUN yang berlangsung Selasa (5/3), semua dalil gugatan terhadap Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kota Bekasi Nomor 50 dan 51 tentang Penetapan Pasangan Calon Wali Kota Bekasi terpilih yakni pasangan Rahmat Effendi-Ahmad Syaikhu (PAS) dianggap tidak beralasan. Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menyatakan bahwa akta perkawinan Rahmat Effendi dengan Luciana Octora yang disodorkan penggugat tidak bisa menjadi barang bukti karena hanya berupa fotokopi. "Tapi bukti akta kelahiran anak dan kartu keluarga yang bersangkutan diakui majelis hakim. Putusan ini kan standar ganda, tapi justru membuka celah pidana yang dilakukan saudara Rahmat Effendi," kata Shalih. Dia menambahkan, pihak Kantor Urusan Agama (KUA) Karawang dalam kesaksiannya menyatakan bahwa akta perkawinan Rahmat Effendi dan Luciana Octora itu palsu karena tidak terdaftar. "Tapi akta nikah itu kan telah digunakan untuk mengurus akta kelahiran dan kartu keluarga yang bersangkutan. Artinya ada tindakan menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik, itu pidana Pasal 266 KUHP," katanya. Shalih mengatakan upaya hukum ini diarahkan kepada pelanggaran Pasal 266 KUHP tentang tindak pidana pemalsuan surat dalam pembuatan akta otentik yang ditujukan kepada Rahmat Effendi dan Lucyana Oktora. "Ancaman pidana maksimal tujuh tahun penjara," katanya.(Antara/yri)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper