Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Museum Pos Indonesia Simpan Prangko Berharga Miliaran

[caption id=attachment_253110 align=alignleft width=300 caption=ilustrasi/antara][/caption]
ilustrasi/antara
ilustrasi/antara

[caption id="attachment_253110" align="alignleft" width="300" caption="ilustrasi/antara"][/caption] BANDUNG (bisnis-jabar.com) -- Mendengar kata pos, yang terbayang langsung adalah prangko. Ini tak salah mengingat prangko begitu identik dengan dunia pos meski pos sebagai produk peradaban manusia sesungguhnya mengalami sejarah panjang. Prangko adalah penemuan jauh sesudah praktik pos mulai dijalankan. Museum Pos Indonesia berada di Jalan Cilaki Nomor 73, Bandung. Tak sulit untuk mencari museum ini karena lokasinya menyatu dengan Gedung Sate. Tepatnya ada di sayap timur gedung pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat itu. Pengunjung bisa masuk ke museum tanpa dipungut uang tiket. Ruang pameran terdiri atas dua lantai. Lantai satu yang lebih rendah dibandingkan dengan permukaan tanah itu terbagi menjadi beberapa ruangan. Ada koleksi ratusan ribu prangko dalam dan luar negeri yang dipamerkan. Selain itu,  ada juga berbagai tiruan benda-benda bersejarah yang terkait dengan pos serta metode dan peralatan pos dari masa ke masa. "Koleksi prangko di sini berasal dari 178 negara," kata Yaya Satiya, petugas museum. Sebagian koleksi prangko dipajang dalam papan-papan kayu yang dilindungi kaca sehingga bisa dinikmati langsung. Akan tetapi, ada sebagian koleksi yang hanya bisa dilihat dengan bantuan petugas sebab koleksi itu ditempel pada papan-papan yang disatukan secara vertikal. Sekilas papan-papan yang disatukan itu seperti lemari kayu dengan ukuran 1,5 meter x 1 meter x 2,5 meter. Ada beberapa "lemari" di lantai itu. Tiap lemari dilengkapi palang besi dan dikunci. Masing-masing sisi papan berisi keterangan tentang negara asal prangko. Pengunjung tinggal memilih nama negara yang dikehendaki, lalu papan itu ditarik keluar. "Prangko-prangko ini sudah sangat lama dan langka. Karena itu, melihatnya harus ditemani petugas. Itu pun tidak boleh beramai-ramai," kata petugas lainnya, Supriyati. Menurut Supriyati, usia dan kelangkaan prangko jenis tertentu bisa membuat harganya sangat mahal. "Kata orang yang paham filateli, di sini ada prangko yang jika dijual bisa sampai miliaran rupiah. Itulah sebabnya, prangko-prangko ini tak bisa diperlihatkan sembarangan," tuturnya. Dia sendiri mengaku tak tahu mana prangko yang mahal itu. "Saya tidak memahami seluk- beluk prangko, dan memang tidak boleh. Kalau paham, bisa jadi kami malah tergoda pada nilai uangnya," kata Yati tertawa. Untuk menghindari pencurian, museum sudah dilengkapi beberapa kamera pengintai. Di museum ini terpasang juga lukisan prangko pertama di dunia, "The Penny Black". Prangko ini aslinya terbit tahun 1840 di Inggris dengan gambar kepala Ratu Victoria. Tak jauh dari lukisan itu ada gambar penciptanya, seorang pekerja dinas perpajakan Inggris bernama Sir Rowland Hill. Di sana diterangkan juga bahwa sebelum ada prangko, biaya pengiriman surat ditanggung oleh si penerima. Cara ini kemudian dihentikan karena ada kejadian seorang yang dikirimi surat menolak menerima untuk menghindari kewajiban membayar. Kalau prangko pertama di dunia hanya berupa lukisan, di museum ini tersimpan koleksi prangko pertama Indonesia. Prangko berwarna merah anggur dengan gambar Raja Willem III itu diterbitkan Pemerintah Hindia Belanda pada 1 April 1864. Harga nominalnya saat itu 10 sen.(k28/yri)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Newswire
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper