[caption id="attachment_235445" align="alignleft" width="300" caption="Foto Dok. Pribadi"][/caption] Hijau, sejuk, dan tenang. Inilah segelintir kata yang mampu menggambarkan panorama keindahan Kampung Gunung Kasur. Hijau menggambarkan suasana kampung yang banyak ditumbuhi tanaman, dengan struktur tanah yang bergelombang. Sekilas, dari kejauhan, kita akan teringat bukitnya para bayi, bukit ‘teletubbies’. Sejuk adalah sahabat sehari-hari. Kampung ini memang terletak di atas ketinggian 1.000 mdpl (meter dari permukaan laut). Wajar bila hawa dingin ini akan menyelimuti permukaan kulit. Tenang mewakilkan suasana kampung yang jauh dari kebisingan dengan penduduknya yang ramah. Suasana seperti ini mungkin sudah jarang ditemukan di kota besar. Kampung Gunung Kasur terletak di Desa Cipanjalu, Kecamatan Cilengkrang, Kota Bandung, Jawa Barat. Terdapat 63 kepala keluarga di sini. Mayoritas mata pencaharian mereka adalah bekerja di pabrik kina. Rumah-rumah di kampung ini merupakan fasilitas yang diberikan pabrik untuk para pegawainya. Pantas saja bentuk bangunan dan warna rumah tampak seragam. Selain bekerja di pabrik, warga kampung juga beternak sapi, kambing, ayam, bebek, berkebun, dan membuka warung untuk menyambung hidup. “Di kampung ini ada 63 kepala keluarga. Kebanyakan dari mereka bekerja di pabrik kina. Rumah disini juga berasal dari pabrik”, jelas Pak Usep, Ketua RT Kampung Gunung Kasur. Kampung ini diapit oleh Gunung Bukit Tunggul (2.208 mdpl) dan Gunung Palasari (1.600 mdpl). Tidak heran bila tamu yang singgah di kampung ini mayoritas adalah pecinta kegiatan alam bebas. Kebanyakan mereka yang akan melakukan pendakian, menyempatkan diri mampir ke kampung untuk beristirahat sejenak. “Kalau saya datang ke Kampung Gunung Kasur untuk istirahat sebelum mendaki Gunung Palasari. Ibaratnya, daerah ini menjadi basecamp recovery untuk para pendaki”, ujar Yayan, salah seorang pendaki yang singgah di sini. Menuju Kampung [caption id="attachment_235446" align="alignright" width="300" caption="Penduduk setempat bersama tamu (dok. pribadi)"][/caption] Kampung Gunung Kasur cukup mudah dicapai, baik dengan kendaraan pribadi, maupun kendaraan umum. Bila menggunakan jasa angkutan umum, dari Terminal Cicaheum, dapat menggunakan angkot Cicaheum – Cileunyi, lalu turun di Pasar Ujung Berung. Ongkos angkot biasanya Rp3.000. Di Pasar Ujung Berung, Anda bisa naik ojek dengan ongkos Rp15.000. Namun, bila hari sudah gelap, ongkos bisa mencapai Rp20.000 – Rp25.000. Perjalanan menggunakan ojek ini memakan waktu sekitar 45 menit. Jangan lupa untuk meminta nomor ponsel tukang ojek yang tadi ditumpangi, karena ia akan setia menjemput kembali tamu yang sudah puas mampir ke kampung. Di sekitar Kampung Gunung Kasur sendiri belum ada fasilitas ojek. Dipertengahan perjalanan, aspal yang dilalui memang agak berlubang. Namun, kondisi kurang mengenakan ini hanya berlangsung sebentar. Pengendara pun segera disuguhi keindahan panorama alam desa yang hijau. Biasanya para tamu turun di sebuah lapangan kecil yang tidak jauh dari perkampungan. Mereka lebih memilih berjalan kaki untuk semakin menikmati hawa sejuk dan pemandangan dengan lebih santai. Dari tempat ini, membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk mencapai Kampung Gunung Kasur dengan berjalan kaki. Bukan kawasan wisata Kampung Gunung Kasur, sampai saat ini, belum berstatus sebagai daerah wisata. Oleh karena itu, agak aneh bila menyebut tamu yang singgah dengan kata ‘wisatawan’. Mayoritas tamu, bila ingin beristirahat, datang ke warung tenda yang ada di sekitar kampung. Jika ingin menginap, cukup dengan menumpang di rumah warga dengan fasilitas seadanya. “Kampung ini bukan daerah wisata. Memang suka banyak yang singgah. Biasanya ke warung-warung. Tapi kalau mau menginap, silahkan bisa di rumah Emak”, ucap Mak Dedeh, 53. Rumah Mak Dedeh memang sering disinggahi oleh para tamu. Beberapa tamu malah sudah ada yang akrab dengan Emak dan keluarga, sehingga kedatangan mereka selalu dinanti. Sikap terbuka inilah yang membuat tamu-tamu Emak betah dan kangen. “Suasana desa dan keramahan-tamahan penduduk yang membuat saya betah berlama-lama disini, sekaligus kangen kalau sudah pulang”, ujar Adit, salah satu tamu Mak Dedeh. Adit dan kawan-kawannya memang sering singgah ke kampung ini. Tujuannya adalah untuk kemping dan mampir ke rumah Mak Dedeh. “Saya dan teman-teman sampai merasa dianggap seperti anak sendiri”, ucap Adit meluapkan perasaanya. Karena bukan merupakan kawasan wisata, Kampung Gunung Kasur tidak ‘mendadani’ dirinya secara berlebihan. Rumah-rumah dari bilik tetap dipertahankan. Tungku yang berfungsi sebagai perapian dan sarana memasak masih digunakan. Malahan, WC umum tetap dibiarkan semi terbuka (kira-kira hanya menutup bagian bahu ke bawah). Bagi warga kampung, fasilitas seperti ini terasa biasa saja. Namun, bagi pengunjung, hal ini merupakan ciri khas pedesaan yang jarang mereka temukan di kota. “Pengalaman paling lucu waktu saya pernah mandi bersama seorang ibu. Agak sungkan sih, tapi karena masing-masing kami sudah memakai penutup, ya cuek saja. Sudah lumrah kok”, ujar Adit sambil tertawa mengingat pengalamannya. Kampung Gunung Kasur memang memunyai pesona yang menenangkan. Mulai dari kondisi alam yang asri, sampai dengan keramahan penduduk sekitar, akan memberikan kesejukan tersendiri. Tempat ini bisa menjadi salah satu alternatif tujuan liburan yang berbeda, sekaligus hemat. Selamat berjalan-jalan! (ajz)
Kampung Gunung Kasur, Pesona Hijau yang Menenangkan
[caption id=attachment_235445 align=alignleft width=300 caption=Foto Dok. Pribadi][/caption]
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

8 menit yang lalu
BlackRock Tancap Gas Borong 3 Saham Batu Bara pada Juli 2025
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
# Hot Topic
Rekomendasi Kami
Foto
