Keinginannya menjadi dokter dipupuskan ketika melihat kondisi kesehatan orang tuanya, Karmaka Surjaudaja, yang ketika itu pada 1981 divonis dokter akan meninggal dunia dalam waktu 5 tahun. Hal tersebut membuat Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk, mengambil sekolah yang bisa cepat lulus. Pecinta musik klasik ciptaan Johann Sebastian Bach tersebut belajar dengan cepat dunia akuntansi, keuangan hingga perbankan. Kenyataannya, hingga kini ayahnda tercinta masih tetap bugar berkat semangat yang tinggi untuk bisa sembuh yang dijalankan melalui pengobatan alternatif seperti meditasi dan tai chi. Semangat tinggi seperti ini menjadi salah satu modalnya untuk memperluas pengetahuannya, sehingga pemegang saham memercayainya untuk memimpin OCBC NISP sejak 16 Oktober 2008 menggantikan kakaknya Pramukti Surjaudaja. Kepada Bisnis, Master of Business Administration, Accounting, San Francisco State University, California, AS tersebut menuturkan pengalaman, karier hingga musik kesukaannya. Berikut petikan wawancaranya: Bisakah digambarkan kondisi pasang surut dan situasi krisis yang pernah Anda hadapi dalam mengelola perusahaan? Pada 1992, NISP menjadi bank devisa, kemudian pada 1994 menjadi bank publik. Kemudian perseroan menghadapi situasi pada krisis moneter 1997 yang benarbenar menantang. Situasi pada periode 1997 hingga 2001 sangat menantang. Kami ke mana-mana membawa data soal likuiditas untuk mengantisipasi perubahan situasi, sehingga bisa mengambil keputusan yang tepat apabila dibutuhkan. Kekuatan fundamental apa yang membuat OCBC NISP lolos dari hadangan krisis? Terkadang kami dibilang sama orang-orang terlalu berhati-hati. Mungkin itu yang menyelamatkan kami dari krisis. Ada kesan OCBC NISP berjalan dengan nilai-nilai atau kebijakan yang konservatif. Benarkah demikian? Ya, mentalitas kebijakan di perseroan ditempuh secara jangka panjang. Ada perubahan kepemilikan di Bank OCBC NISP yang signifikan, tetapi keluarga Surjaudaja masih memegang kendali kepemimpinan di bank ini. Bagaimana ceritanya? Kami kenal dengan OCBC [Oversea Chinese Banking Corporation] sejak periode 1996. Masa `pacaran' yang lama itu berlanjut sampai kemudian perseroan berubah menjadi OCBC NISP. Apa yang paling dihargai dari kita adalah kepercayaan. Kelebihan kami adalah dalam GCG (good corporate governance/tata kelola perusahaan) yang baik. Ini terlihat dari jajaran direksi OCBC NISP, dari 10 orang hanya satu perwakilan dari OCBC sedangkan di jajaran komisaris dari tujuh ada dua perwakilan OCBC. Mereka menghargai orang lokal. Apa yang menjadi dasar keputusan OCBC NISP memindahkan kantor pusatnya dari Bandung ke Jakarta? Skala bisnis kami di Jakarta semakin bertambah dan informasi [dari Bank Indonesia] yang kami terima ketika berkantor di Bandung sering terlambat. Banyak keputusan yang diambil terlambat karena informasi baru didistribusikan dari Bank Indonesia, kemudian ke BI Bandung, baru ke kami. Sebenarnya tinggal di Bandung itu menyenangkan, tetapi bisnis kami banyak berkembang di Jakarta. Pada 2005, sebanyak 80% dari bisnis kami ada di Jakarta, jadi kami harus memindahkan kantor pusat kami ke Jakarta. Jadi keputusannya komersial? Ya, semula kami sempat di wilayah JL. Gunung Sahari tetapi tempatnya semakin bertambah sempit sehingga kami memutuskan berpindah ke sini [kawasan Mega Kuningan tempat OCBC NISP Tower berdiri]. Ketika investor OCBC masuk ke NISP, ada proses merger yang dija lankan. Sejauh mana proses tersebut dihadapi dan termasuk menangani tentangan yang muncul dari karyawan? Merger berjalan dengan aman. Ada karyawan kami yang merasa tertekan karena memiliki pengalaman dengan merger di tempat kerja sebelumnya. Saya sampaikan kepada karyawan mari jadikan merger ini sebagai proses yang menyenangkan. Apa rencana-rencana aksi korporasi yang akan direalisasikan dalam 1-2 tahun mendatang? Kami ingin menjadi top five bank di tingkat nasional. Untuk itu, kami ha rus tumbuh 25% hingga 30% setiap tahun. Tentunya kami juga harus melihat bankbank lain. Kalau mereka tumbuh 60% misalnya sedangkan kita 30% tentu akan tertinggal. Tentunya kami harus berkembang secara prudent. Opsi pertumbuhan anorganik tetap ada, kalau ada perusahaan multifinance yang bagus dan cocok tentunya bisa kami akuisisi. Bagaimana sikap Anda jika menghadapi situasi tender proyek yang `bernuansa' KKN? Lho kami di NISP untuk N [nepotisme]-nya kan kental [sambil tertawa]. There are two brother and sister [Pramukti Surjaudaja dan Parwati Surjaudaja]. Soal itu kembali ke lingkungan. Kami kembali kepada inti sebuah bank yaitu sebuah lembaga kepercayaan, jadi kami harus menjaga kepercayaan itu dengan bekerja secara profesional. Pernahkah Anda mengambil keputusan yang sangat sulit dan dilematis? Dilematis adalah keputusan yang sifatnya jangka pendek dengan jangka panjang. Ada konflik kepentingan untuk mengambil keputusan yang sifatnya jangka panjang dengan jangka pendek. Pernahkah Anda mengambil keputusan keliru yang kemudian Anda sesali? Mungkin soal SDM [sumber daya manusia] yaa... Terkadang ada orang yang harusnya tidak dipertahankan tetapi masih diberi waktu lagi. Misalnya, sampai setengah tahun ternyata orang tersebut tidak cocok di bagian tersebut, kadang saya pikir, kenapa tidak dari dulu yaa... Apa keputusan Anda yang dianggap paling monumental atau strategis sehingga mampu membawa perusahaan dalam kondisi seperti sekarang? Perubahan organisasi pada 2008. Itu merupakan perubahan yang signifikan. Saat itu kami mulai melakukan segmentasi nasabah sehingga sekitar 80% struktur organisasi mengalami perubahan Siapakah orang di balik sukses Anda? Saya belajar dari orang tua. Ketika saya masuk NISP, saya dikasih tahu oleh Pak Peter [Peter Eko Sutioso, wapreskom Bank OCBC NISP]. Kamu ini masuk ke NISP sebagai anaknya Pak Karmaka. Jadi kami harus bekerja lebih keras dan bisa membuktikan punya kemampuan lebih dari orang tuanya. Bagaimana Anda menyeimbangkan urusan keluarga dan pekerjaan? Di kantor ada staf yang membantu mengatur jadwal secara ketat. Intinya adalah perencanaan jadwal. Saya harus berterima kasih dengan perkembangan teknologi saat ini, sehingga bisa menjalin komunikasi dengan keluarga secara intens. Hidup harus seimbang. Ketika pada 2008 saya akan menjadi CEO OCBC NISP, sebelumnya saya berkomunikasi terlebih dulu dengan anak-anak dan bertanya apakah mereka mendukung keputusan saya ini. Mereka mendukung. Bagaimana Anda menjalin hubungan dengan keluarga di OCBC NISP, seperti dengan Pak Pramukti [presiden komisaris]? Kebetulan Pak Pramukti yang sabar dan banyak mengalah [diiringi derai tawa]. Pernah ketika rapat dengan komisaris saya bersikukuh benar, sampai-sampai ditanyai, lho ini kan kakakmu... kok sampai keras sekali perdebatannya. Saya bilang kan ini profesional. Namun, Bapak mengajarkan kepada kami untuk menghormati anggota keluarga. Yang namanya pekerjaan adalah pekerjaan tetapi di rumah yang namanya adik ya harus hormat dengan kakaknya. Jadi meskipun ada perbedaan pendapat yang keras, tetapi di rumah hubungan kami tetap hangat. Apa cita-cita Anda saat kecil? Saya sebenarnya sempat berkeinginan menjadi dokter. Namun, pada 1981, bapak diketahui menderita sirosis dan divonis dokter hanya hidup 5 tahun lagi. Jadi saya harus segera lulus sekolah, kalau sekolah dokter kan lama sekali lulusnya. Oleh sebab itu saya ambil kuliah akunting supaya bisa cepat lulus. Untuk menyembuhkan penyakitnya, bapak banyak melakukan meditasi untuk melawan penyakit tersebut. Pada 1997, bapak menjalani transplantasi. Hingga saat ini ayah saya masih sehat berkat keinginan yang kuat untuk sembuh, dan dokter yang memvonisnya justru telah meninggal terlebih dahulu. Hal semacam ini [semangat yang kuat] menjadi modal saya untuk maju. Kepada anak-anak saya beri kebebasan. Saya punya empat anak, yang pertama suka komputer. Anak kedua sepertinya cocok jadi lawyer (pengacara), anak yang ketiga cocok kerja kantoran dan yang keempat mau jadi seperti ibunya. Apa rencana Anda setelah pensiun nanti? Yang jelas saya ingin melanjutkan sekolah lagi. Ndak tertutup kemungkinan kalau saya nanti bersekolah bersama dengan anak-anak. Adakah ada orang-orang independen yang berperan sebagai penyeimbang? Organisasi tentu harus berjalan. Saat ini kami punya Wakil Presiden Direktur Na Wu Beng dari OCBC yang objektif. Dulu ada Pak Rasjim [Rasjim Wiraatmadja, pengacara dan pakar hukum perbankan yang dulu ikut membangun Bank NISP] dan Pak Peter [Peter Eko Sutioso, Wakil Presiden Komisaris/Komisaris Independen Bank OCBC NISP], yang mendampingi dan mengajari kami. Apa hobi yang Anda nikmati? Di sela-sela pekerjaan saya suka menikmati musik klasik karya Bach [Johann Sebastian Bach]. Apa obsesi Anda yang belum tercapai? Apa yaa? Yang jelas saya harus bersyukur. Saya mau menjadikan Bank OCBC NISP sebagai your partner in life.(hh)
Parwati Surjaudaja (NISP): Belajar Dari Orangtua
Keinginannya menjadi dokter dipupuskan ketika melihat kondisi kesehatan orang tuanya, Karmaka Surjaudaja, yang ketika itu pada 1981 divonis dokter akan meninggal dunia dalam waktu 5 tahun. Hal tersebut membuat Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk, mengambil sekolah yang bisa cepat lulus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

5 jam yang lalu