Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Ekspor Impor Berpotensi Rugi Miliaran Gegara Pembatasan Angkutan Barang

Pengusaha ekspor dan impor berpotensi merugi miliaran rupiah akibat pembatasan operasional selama Masa Angkutan Lebaran 2025.
Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB) meminta pemerintah untuk kembali mengecualikan kendaraan operasional ekspor dan impor agar diizinkan beroperasi selama musim angkutan Lebaran 2025.
Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB) meminta pemerintah untuk kembali mengecualikan kendaraan operasional ekspor dan impor agar diizinkan beroperasi selama musim angkutan Lebaran 2025.

Bisnis.com, BANDUNG — Pengusaha ekspor dan impor berpotensi merugi miliaran rupiah akibat pembatasan operasional selama Masa Angkutan Lebaran 2025. 

Para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB) ini harus membayar biaya penyimpanan di pelabuhan hingga ratusan persen dari biaya normal.

Belum lagi, terjadi risiko harus membayar penalti atas wanprestasi yang terjadi akibat waktu pengiriman barang ekspor yang tidak sesuai perjanjian. Yang paling mengerikan, adalah menurunnya kepercayaan buyer di negara-negara tujuan ekspor.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum APKB Iwa Koswara, saat ditemui di PT Kwalram Indonesia, Kabupaten Sumedang, Senin (17/3/2025).

Untuk itu, ia meminta pemerintah untuk kembali mengecualikan kendaraan operasional ekspor dan impor agar diizinkan beroperasi selama musim angkutan Lebaran 2025. 

Iwa mengatakan dalam Keputusan Bersama Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Direktur Bina Marga menyatakan angkutan barang ekspor dan impor tidak termasuk ke dalam kategori yang dikecualikan.

“Sudah tiga tahun kami dilarang untuk beroperasi selama angkutan lebaran, dan kerugian kami itu hingga miliaran kalau ditotal,” ungkap dia.

Padahal, 644 perusahaan anggota APKB setiap harinya pasti melakukan operasional untuk membawa bahan baku produksi, hingga pengiriman barang ke pelabuhan untuk di ekspor.

Pembatasan sendiri diberlakukan di ruas jalan tol dan non-tol mulai Senin, 24 Maret 2025 pukul 00.00 WIB waktu setempat sampai dengan Selasa, 8 April 2025 pukul 24.00 WIB waktu setempat.

Adapun sejumlah ruas jalan tol yang akan menerapkan pembatasan angkutan barang berlokasi di Provinsi Lampung dan Sumatera Selatan, DKI Jakarta - Banten, DKI Jakarta, DKI Jakarta dan Jawa Barat, Jawa Barat, Jawa Barat - Jawa Tengah, Jawa Tengah, serta Jawa Timur. 

Sedangkan ruas jalan nontol yang akan menerapkan pembatasan angkutan barang berlokasi di Provinsi Sumatra Utara, Jambi dan Sumatra Barat, Jambi - Sumatra Selatan – Lampung, DKI Jakarta - Banten, DKI Jakarta – Jawa Barat – Bekasi - Cikampek - Pamanukan – Cirebon, Jawa Barat, Jawa Barat - Jawa Tengah: Cirebon – Brebes, Jawa Tengah, Jawa Tengah - Jawa Timur, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali serta Kalimantan Tengah.

Ia mengatakan, hal ini menjadi batu sandungan yang entah disadari ataupun tidak oleh pemerintah, mengganggu proses recovery sektor industri ini; pascapandemi Covid-19.

“Sudah lama semenjak pandemi kita kesulitan dapat buyer, tapi sekarang awal 2025, ada kenaikan order hingga 15%, tapi kembali dihambat sama pemerintah lewat aturan ini,” ungkapnya.

Ia mengatakan, bagi sektor industri, terlebih di sektor manufaktur dan tekstil produk tekstil, durasi 16 hari pembatasan operasional angkutan ekspor impor, akan sangat mengganggu kinerja bisnisnya.

“Karena ini kan pesanan dari luar ya, jadi mau nggak mau harus kita selesaikan. Kalau dibatasi?, kita harus nanggung rugi lagi,” ungkapnya.

Kontradiksi

Dukungan dan hambatan yang dilakukan pemerintah pusat seakan seiring sejalan. Beberapa waktu lalu sektor ini dapat dukungan penuh dari Kementerian Peradangan untuk menggenjot aktivitas ekspor.

Namun, tak lama kemudian banyak sekali hambatan yang dikeluarkan juga oleh pemerintah. Salah satunya soal pembatasan operasional kendaraan impor dan ekspor yang bagi Iwa ini seperti larangan.

“Karena ini bukan batasan, tapi terasa oleh kami pelarangan,” jelasnya.

Sehingga, ia menilai tak heran mengapa sektor industri di Indonesia ini tertinggal jauh dari negara tetangga, Vietnam. Padahal, dari segi kualitas tenaga kerja, bahan baku, hingga pengupahan masih bisa bersaing.

“Namun hal-hal [pembatasan] yang kayak gini yang bikin investor itu jengkel, jadi dari pada kesel sendiri mereka mendingan relokasi ke Vietnam mungkin,” ungkapnya.

Namun, setelah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), justru pemerintah seperti yang paling reaktif. Padahal tak disadari, banyak hal yang lebih memengaruhi kesehatan iklim usaha industri di tanah air adalah peraturan dan kebijakan pemerintah yang ngawur.

Ia mengatakan, padahal pemerintah sebenarnya bisa melakukan pembatasan operasional tidak selama itu, hingga 16 hari. Pasalnya, ia menilai infrastruktur jalan di Indonesia sudah baik. Sehingga operasional kendaraan ekspor impor tidak akan berpengaruh signifikan.

“Jadi ini bisa terurai sih menurut saya, karena melihat beberapa tahun lalu, lebaran itu nggak padat kayak dulu, karena konektivitasnya sudah baik,” ungkapnya.

Sementara itu, Bendahara APKB yang juga Ketua APKB Purwakarta Yohanes Setiawan menambahkan pengusaha meminta pemerintah lebih bijak, dengan tidak menerbitkan aturan yang berimbas dalam terhadap sektor ekspor impor.

"Kami yakin angkutan barang ekspor impor tidak akan mengganggu. Kondisi infrastuktur, baik di jalan tol maupun non-tol sudah sangat bagus," jelasnya.

Dia menambahkan, saat ini para investor dari luar negeri masih sangat tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Salah satu faktornya, sumber daya manusia (SDM) pekerja di Indonesia memiliki kualitas yang lebih baik di banding negara lain, seperti Vietnam.

Namun, soal perizinan dan kebijakan di Indonesia masih sering menjadi keluhan. Dalam perizinan, untuk membuka usaha dibutuhkan waktu lebih dari dua tahun, sedangkan di Vietnam hanya butuh 6 bulan atau kurang dari 1 tahun.

"Selain itu, ada kerikil-kerikil lain yang dikeluhkan. Salah satunya, kebijakan pembatasan angkutan, seperti yang terjadi saat ini," tandasnya.

Sebelumnya, keluhan atas kebijakan pembatasan angkutan di masa angkutan Lebaran juga dikeluhkan banyak asosiasi lainnya. Di antaranya Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia.

Mereka pun meminta pemerintah mengoreksi aturan itu atau mengurangi durasi hari pembatasan pengoperasian truk. Sehingga semua aktivitas dari masyarakat bisa berjalan dengan baik.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dea Andriyawan
Editor : Ajijah
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper