Bisnis.com, BANDUNG—Pemerintah Provinsi Jawa Barat berharap momen Ramadan dan Idulfitri 2025 bisa menjadi pengungkit ekonomi di provinsi tersebut.
Kepala Dinas Informatika dan Komunikasi (Diskominfo) Jawa Barat Ika Mardiah mengatakan Ramadan 2025 hadir di tengah situasi ekonomi yang penuh tantangan, dengan berbagai isu yang bermunculan. Seperti gelombang PHK terjadi di sejumlah daerah yang menambah tekanan pada daya beli masyarakat.
Di sisi lain, harga kebutuhan pokok yang tetap tinggi semakin melemahkan kemampuan konsumsi sementara para pelaku usaha barang dan jasa harus terus berjuang agar bisnis mereka tetap bertahan, baik saat Lebaran maupun setelahnya.
“Pertanyaannya, apakah Ramadan kali ini masih mampu menjadi pendorong ekonomi, atau justru mencerminkan melemahnya daya beli masyarakat?” kata Ika di Statistika Webinar Series #1 Tahun 2025 Data Keuangan Lebaran: Memahami Pola Konsumsi dan Dampaknya, Kamis (13/3/2025).
Ika kemudian berkaca pada sejumlah data 2024 lalu. Menurutnya dalam sebuah laporan dari Jajak Pendapat (Jakpat) bertajuk Welcoming 2024 Ramadan & Eid, 2024 Jakpat Special Report Series, sebanyak 92% dari 1200 responden memilih untuk membeli pakaian sebagai belanja di momen Ramadan tahun ini.
“Selanjutnya, terdapat pembelian peralatan beribadah sebesar 65%, Alas kaki sebesar 57%, serta aksesoris sebanyak 54%,” katanya.
Baca Juga
Berdasarkan data historis inflasi di Jawa Barat dari tahun 2019 hingga 2025, terlihat bahwa puncak inflasi cenderung terjadi pada bulan di mana awal Ramadan berlangsung.
“Hal ini menunjukkan pola yang berulang setiap tahunnya, di mana permintaan barang dan jasa meningkat signifikan menjelang dan saat bulan suci Ramadan, sehingga mendorong kenaikan harga,” katanya.
Menurut Ika, perputaran ekonomi selama Ramadan dan Lebaran menjadi momen pemerataan ekonomi ke seluruh daerah, sehingga tidak hanya terpusat di kota besar.
Menurut Survei Kemenhub Tahun 2025, potensi pergerakan masyarakat selama libur Lebaran dari Pulau Jawa mencapai 51,3% atau sekitar 81,5 juta orang, dengan mayoritas berasal dari Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
“Dengan tingginya mobilitas selama lebaran khususnya di Jawa Barat, diharapkan adanya pemerataan ekonomi berbagai sektor seperti UMKM, sektor ritel, dan pariwisata lokal di berbagai wilayah sehingga seluruh masyarakat merasakan manfaat ekonomi yang lebih luas, serta menjadikan pertumbuhan ekonomi menjadi lebih inklusif dan berkelanjutan,” paparnya.
Direktur Harga BPS Windhiarso Ponco Adi Putranto mengatakan dari tren konsumsi lebaran setiap tahunnya, sektor makanan dan minuman serta pakaian dan alas kaki akan memberikan dampak pada hulu hingga hilirnya.
“Dua kelompok ini yang perubahannya paling terlihat selama momen ramadan dan lebaran 2025 ini. Ini yang akan memberikan dampak pada produsen,” katanya.
Menurutnya perekonomian ramadan dan lebaran akan terdongkrak oleh tiga sisi konsumsi yakni tradisi, dukungan terhadap momen religius serta gaya hidup.
Deputi Bank Indonesia Jawa Barat M Setyawan Santoso mengatakan setiap momen lebaran selalu muncul panic buying yang disebabkan ekspektasi umum jika setiap lebaran harga akan naik, padahal stok pangan cukup dan banyak.
Karena itu pemerintah menurutnya harus terus menerus memberikan informasi pada masyarakat kestabilan harga, ketersediaan barang, dan kecukupan stok.
“Kalau masyarakat nggak beli banyak-banyak harga nggak naik, pedagang juga nggak main-main,” ujarnya.
Bank Indonesia sendiri memprediksi sektor yang akan terpengaruh ekonomi lebaran adalah makanan dan minuman juga transportasi. “Kita harus bisa menjaga daya beli, program pemerintah seperti pembagian bantuan tunai, bonus, THR harus terus ditingkatkan,” katanya.
Pascalebaran, Bank Indonesia menurutnya sempat optimis perekonomian Jawa Barat bisa seperti triwulan IV 2024 yang mencapai 5,02%. “Kita tidak akan terlalu lemah, tapi tidak juga terlalu tinggi karena tantangannya banyak. Tapi kita tetap optimis karena ada daya beli yang bisa jaga, ada THR yang membantu daya beli tetap tinggi,” ujarnya.