Bisnis.com, CIREBON - Pemerintah Kabupaten Cirebon memastikan tidak ada anggaran untuk perbaikan saluran irigasi pada 2025.
Hal ini terjadi setelah adanya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 29 Tahun 2025 tentang Penyesuaian Rincian Alokasi Transfer ke Daerah (TKD) menurut Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2025 dalam Rangka Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD.
Awalnya, Pemkab Cirebon mengalokasikan anggaran sebesar Rp10,48 miliar untuk perbaikan saluran irigasi. Namun, setelah keputusan Menteri Keuangan tersebut, anggaran itu dipangkas hingga nol rupiah. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bagi petani, terutama yang bergantung pada sistem irigasi teknis untuk mengairi sawah mereka.
Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kabupaten Cirebon Sri Wijayawati mengatakan keputusan penghapusan anggaran irigasi bukan berasal dari pemerintah daerah, melainkan akibat kebijakan efisiensi belanja yang ditetapkan pemerintah pusat.
"Kami awalnya sudah menganggarkan Rp10,48 miliar untuk irigasi. Namun, setelah adanya penyesuaian dari pusat, alokasi anggaran ini dihapus karena pemerintah pusat meminta daerah lebih fokus pada program prioritas lain, seperti kesehatan dan pendidikan," kata Sri, Senin (17/2/2025).
Menurutnya, Pemkab Cirebon saat ini tengah mencari solusi agar sektor pertanian tetap berjalan meskipun tanpa anggaran perbaikan irigasi. Salah satu upaya yang sedang dipertimbangkan adalah kerja sama dengan sektor swasta atau pemanfaatan dana desa untuk perbaikan saluran air.
Baca Juga
Sri menyatakan bahwa tanpa anggaran perbaikan irigasi, petani akan menghadapi tantangan yang lebih besar. Dia juga meminta para petani untuk bersabar sambil menunggu keputusan lebih lanjut dari pemerintah daerah.
Sementara itu, para petani di Kabupaten Cirebon menyatakan kekhawatiran mereka terhadap keputusan ini. Salah satunya adalah Sarjono (52), seorang petani di Kecamatan Susukan. Ia mengaku kesulitan mendapatkan air untuk sawahnya dalam beberapa tahun terakhir karena banyak saluran irigasi yang rusak.
"Saluran irigasi di daerah kami sudah lama rusak. Banyak yang tersumbat dan ada yang jebol, sehingga air tidak mengalir dengan lancar. Kalau tidak ada perbaikan tahun depan, kami bisa semakin kesulitan," ungkapnya.
Sarjono menjelaskan, kondisi ini bisa berdampak buruk terhadap hasil panen. Selama ini, banyak petani mengandalkan air dari saluran irigasi teknis yang berasal dari Bendungan Rentang. Namun, dengan kondisi saluran yang tidak terawat, distribusi air menjadi tidak merata.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Wahyu (45), petani di Kecamatan Gegesik. Menurutnya, tanpa anggaran perbaikan irigasi, petani terpaksa mencari cara lain untuk mendapatkan air, termasuk menggunakan pompa diesel yang biayanya tidak murah.
"Kalau tidak ada air dari irigasi, kami harus pakai pompa air, dan itu butuh solar. Harga solar naik terus, jadi biaya produksi makin tinggi," ujarnya.
Wahyu berharap pemerintah daerah bisa mencarikan solusi agar saluran irigasi tetap bisa diperbaiki meskipun tanpa anggaran dari APBD.