Bisnis.com, PURWAKARTA - Tradisi dan budaya masyarakat merupakan salah satu identitas sebuah daerah. Hampir seluruh daerah di Indonesia, memiliki ciri khas kebudayaan masing-masing. Sama halnya seperti di Kabupaten Purwakarta.
Sejauh ini, mungkin tak banyak orang yang tahu jika di kabupaten kecil yang mengedepankan spirit kebudayaan dalam pembangunannya itu banyak produk kebudayaan yang melegenda. Di antaranya, terdapat di Desa Mekarjaya, Kecamatan Kiarapedes.
Sampai saat ini, di wilayah paling ujung Selatan Purwakarta itu masyarakatnya masih memegang teguh tradisi nenek moyangnya. Salah satunya, dari cara mereka bertani.
Di desa itu, ada salah satu tradisi masyarakat yakni 'Nabung' padi di sebuah tempat penyimpanan tradisional (Leuit) yang sampai saat ini masih jalankan.
Selain pola nabung padi untuk ketahanan masyarakat itu sendiri, cara bertaninya pun masih sangat tradisional. Misalnya, menggiling padi dengan cara ditumbuk atau konvensional.
Siapa sangka, tradisi masyarakat di desa tersebut ternyata menarik perhatian Balai Pelestari Nilai Budaya (BPNB) Provinsi Jawa Barat. Belum lama ini, BPNB membuat dokumentari yang menceritakan bagaimana masyarakat di sana memegang teguh tradisi kebudayaan nenek moyangnya.
Uniknya, pembuatan film dokumentari itu dikemas menjadi sebuah sinetron bergenre horor komedi. Dalam pembuatan dokumentari itu, BPNB menggandeng PH Suhita Zenza Sinema.
Produser PH Suhita Zenza Sinema, Adi Basuki menuturkan, pihaknya sengaja membuat dokumentari kebudayaan ini dengan kemasan berbeda. Menurutnya, dengan dikemas menjadi sebuah sinetron atau fil pendek seperti ini bisa dinikmati berbagai kalangan, tak terkecuali anak-anak.
"Dengan kemasan seperti ini, pesannya bisa mudah dimengerti oleh masyarakat. Jadi, selain kita kita menggaungkan atau mengenalkan tradisi budaya kita, dari sisi edukasi pun ada," ujar Adi kepada Bisnis.com, di sela-sela kegiatan shooting bersama BPNB Jabar, Kamis (21/4/2022).
Adi menjelaskan, dalam film pendek yang dibuatnya itu lebih menceritakan kebudayaan dan tradisi masyarakat di wilayah ini yang sejak dulu terkenal dengan nama Kampung Tani.
Namun, lebih dari itu dalam tayangan film yang diproduksinya ini juga menampilkan sisi edukasinya, khususnya bagi anak-anak.
"Dokumentari kebudayaan ini kita beri judul 'Hambur', kita kemas menjadi sinetron berdurasi 24 menit," jelas dia.
Pemberian judul tersebut bukan tanpa alasan. Ini kata dia, bagian dari edukasi bagi masyarakat. Supaya masyarakat tidak lagi seenaknya membuang atau menghamburkan nasi.
"Jadi, kita ceritakan bagaimana nasi itu diproses, dari mulai tanam, panen hingga menjadi beras. Sebegitu panjangnya proses yang dilakukan para petani. Sehingga sangat tak elok jika kita masih membuang-buang nasi. Itu pesannya," jelas dia.
Adi menambahkan, film dokumentari ini rencananya akan ditayangkan setelah lebaran. Dia berharap, dengan adanya tayangan ini, masyarakat bisa lebih mencintai tradisi dan kebudayaan Indonesia. Lebih dari itu, kebiasaan 'Hambur' nasi tak lagi terjadi.
"Untuk tayangnya kapan, nanti kita infokan kembali," pungkasnya. (K60)