Bisnis.com, BANDUNG - PT Bank BJB Syariah menargetkan mendapatkan suntikan modal Rp500 miliar-Rp1 triliun dalam Initial Public Offering (IPO) yang rencananya akan dilakukan pada semester II 2022 ini.
Direktur Utama Bank BJB Syariah Indra Falatehan mengatakan nantinya suntikan modal tidak hanya akan dialokasikan untuk pembiayaan, tapi juga akan dilakukan untuk meningkatkan infrastruktur ekosistem digital anak usaha Bank BJB (BJBR) ini.
"Ini menjadi strong point bagi kita karena kita tidak menceritakan yang belum terjadi, justru sekarang mulai dari dana yang kita punya melakukan pengembangan digital, yang ada kita [dengan dana IPO] akan melakukan peningkatan infrastruktur digital kita," jelasnya di Kantor BJB Syariah, Kota Bandung, Kamis (31/3/2022).
Nantinya, peningkatan layanan digital Bank BJB Syariah akan dilakukan dengan menghubungkan layanan dengan ekosistem digital lainnya.
"Kita sudah mengganti visi misi kita, visi kita adalah perusahaan itu berubah menjadi bank digital pilihan utama masyarakat," jelasnya.
Untuk itu, dengan visi tersebut dituangkanlah misi untuk mencapai visi tersebut dengan menitikberatkan pada peningkatan infrastruktur digital.
Roadmap digital Bank BJB Syariah kata dia dibagi dalam tiga tahapan. Pertama mempersiapkan best building, yakni dengan mempersiapkan infrastruktur digital.
Kedua, lanjut Indra, adalah ecosystem enhancement dimana setelah infrastruktur tersedia dengan baik, maka akan dikoneksikan dengan ekosistem sigital yang sudah ada di masyarakat.
Ketiga, customer experience, adalah memberikan pengalaman bertransaksi yang baik kepada pelanggan dengan one stop service.
Indra menambahkan, optimisme dia dalam menyambut IPO tercermin dalam pembukuan perseroan dimana Bank BJB Syariah berhasil meraih pertumbuhan kinerja yang solid selama tahun 2021.
Kinerja perseroan dinilai mampu melampaui rata-rata kinerja industri perbankan syariah, baik dari sisi profitabilitas, pembiayaan, dan dana pihak ketika (DPK). Kinerja ciamik perseroan semakin cemerlang berkat membaiknya fundamental dan sejumlah indikator keuangan lain.
Di tahun kemarin, BJB Syariah kata dia sukses meraih laba bersih sebelum pajak sebesar Rp86,7 miliar dan laba bersih setelah pajak sebesar Rp21,9 miliar untuk kinerja keuangan yang berakhir Desember 2021. Raihan laba bersih ini meningkat 494 persen dibandingkan dengan kinerja keuangan tahun sebelumnya. Pencapaian ini melampaui rata-rata industri perbankan syariah yang mencatat pertumbuhan laba 16,9 persen selama 2021.
Melesatnya profitabilitas BJB Syariah didorong oleh penyaluran pembiayaan yang mencapai Rp6,43 triliun pada akhir 2021, tumbuh 11,33 persen dari periode yang sama tahun lalu senilai Rp5,77 triliun. Pada periode yang sama industri perbankan syariah mencatatkan rata-rata pertumbuhan pembiayaan sebesar 6,83 persen.
“BJB Syariah berkomitmen mendukung percepatan kebangkitan ekonomi yang sempat terpuruk akibat pandemi Covid-19. Oleh karena itu kami cukup ekspansif dalam menyalurkan pembiayaan kepada sektor-sektor produktif,” kata Indra.
Pembiayaan BJB Syariah di sektor produktif tumbuh sebesar 14 persen pada 2021, melalui pembiayaan modal kerja dan investasi. Sementara itu pembiayaan sektor konsumsi tumbuh secara terukur dengan risiko yang terjaga.
Dalam menyalurkan pembiayaan, Indra menjelaskan, pihaknya selalu mengingat posisi strategis perseroan sebagai agen pembangunan di daerah, sekaligus menjalankan peran sentral dalam menggerakkan ekonomi umat.
“Bagi kami, dua tugas utama ini merupakan peluang sekaligus panggilan. Bersama induk (Bank BJB), kami harus menjadi motor pembangunan di Jawa Barat dan di saat yang terus meningkatkan partisipasi dalam memajukan serta memberdayakan ekonomi ummat,” katanya.
Akselerasi penyaluran pembiayaan berdampak positif pada pendapatan setelah distribusi bagi hasil yang mencapai Rp463,16 miliar, meningkat 29,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini mendorong net imbalan perseroan juga meningkat dari 5,14 persen pada 2020 menjadi 5,61 persen pada 2021.
“Meski ekspansif dalam menyalurkan pembiayaan, kami tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian, tercermin dari rasio pembiayaan bermasalah (net performing financing/NPF) gross yang turun dari 5,28 persen menjadi 3,42 persen,” kata Indra.
Pada saat yang sama, perseroan berhasil menekan biaya dana yang tercatat Rp257,5 miliar pada 2021, turun 17,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Menariknya, penurunan biaya dana ini terjadi ketika DPK tumbuh sebesar 18,6 persen menjadi Rp7,88 triliun pada 2021 dibandingkan dengan Rp6,64 triliun pada 2020. Pertumbuhan DPK BJB Syariah kembali melampaui industri perbankan syariah yang tercatat tumbuh 15,3 persen selama 2021.
Penurunan biaya dana dipengaruhi oleh faktor peningkatan dana murah (current account saving account/CASA) yang tumbuh pesat selama 2021. Porsi CASA terhadap total DPK meningkat, dari 28,1 persen pada 2020 menjadi 34,9 persen pada 2021. Sebaliknya porsi deposito terhadap DPK menyusut dari 71,9 persen menjadi 65,1 persen.
“Kenaikan DPK setidaknya menunjukkan dua hal. Pertama, tingkat kepercayaan publik yang semakin baik sehingga semakin banyak nasabah yang mengamanahkan dananya untuk dikelola BJBS. Kedua, likuiditas kami sangat mencukupi untuk menopang rencana bisnis kami ke depan,” ujar Indra.
Pada akhir 2021, perseroan mencatatkan total aset sebesar Rp10,36 triliun, meningkat 16,6 persen, dibandingkan dengan 2020 yang tercatat Rp8,88 triliun. Rasio intermediasi atau financing to deposits ratio (FDR) BJB Syariah pada akhir 2021 tercatat 81,55 persen dan capital adequacy ratio (CAR) tercatat 23,47 persen.
“Dengan kinerja positif selama 2021, kami optimistis menyambut tahun-tahun mendatang. Kami kembali masuk ke jalur cepat dalam pertumbuhan bisnis dan profitabilitas,” ujar Indra Falatehan. (K34)