Bisnis.com, BANDUNG — Memilih menjadi petani di usia muda adalah pilihan yang luar biasa mengingat tantangan di sektor ini cukup berat. Karena itu mereka yang ikut Program Petani Milenial diharapkan bisa sabar menjalani proses.
Nasihat ini disampaikan Guru Besar Pertanian Unpad Tualar Simarmata. Menurutnya bertani, seperti halnya bisnis lain bukanlah sesuatu yang bisa dipaksakan untuk digeluti seseorang. Menurutnya butuh talenta dan proses agar pilihan ini menuai hasil.
Karena itu, pihaknya menilai persoalan masih minimnya jumlah peserta Petani Milenial yang digagas oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat adalah hal yang tidak perlu dipersoalkan. Menurutnya jika hanya mengejar jumlah, kegagalan bisa membayangi program yang bertujuan untuk menjawab persoalan regenerasi petani ini.
"Kalau kita mendorong petani milenial tadi harus dibikin, enggak usah banyak-banyak dulu, tapi sedikit dulu, tapi berkualitas. Ini bisa menjadi contoh untuk yang lain sehingga menarik. jadi selama ini banyak yang gagal karena dipaksakan karena yang dikejar kuantitas,” katanya.
Menurutnya Program Petani Milenial adalah program zero to hero. Menjadikan peserta yang tidak memiliki latar belakang petani menjadi seorang petani yang berhasil membutuhkan proses pendampingan. “Dari 0 menjadi sesuatu, kalau yang sudah punya bisnis mah sudah biasa, nggak usah diajari,” tuturnya.
Dia juga mengingatkan pentingnya ketekunan para peserta yang mengikuti Program Petani Milenial ini. Bertani membutuhkan banyak pendalaman ilmu dan pengalaman, juga berhadapan dengan banyak aspek.
“Bertani itu adalah pekerjaan paling sulit di dunia karena petani itu ahli tanah, ahli penyakit, ahli marketing, dia harus berbicara dengan tanah dan tumbuhan. Ini butuh proses. Juga harus menguasai tanda-tanda alam, tanaman dan tanah,” tuturnya.
Menurutnya menjadi petani tidak cukup sampai panen, petani sekarang harus bisa mengakses berbagai kemudahan digital. Jadi bukan hanya minat jadi petaninya, tapi mereka diajari untuk bisa bertani sampai pemasaran dan dapat untung.
Pihaknya berharap Pemerintah Provinsi Jawa Barat bisa mencermati perjalanan Petani Milenial selama satu tahun, melihat keberhasilan sekaligus kegagalan yang perlu dibenahi.
OPD pendamping juga diminta untuk telaten mendidik para peserta dan menjelaskan bahwa pertanian ini tidak instant meskipun program ini memiliki tagline Tinggal di Desa, Rejeki Kota, Bisnis Mendunia.
“Anak-anak mau berdiri kan pasti jatuh dan jatuh berdiri lagi, jatuh berdiri sampai bisa jalan. Nah bisnis ini pun nggak bisa langsung sukses. Jadi sekarang sebetulnya program tadi katakanlah menjadikannya itu tidak cukup seperti anak panah, cul dogdog tinggal igel,” katanya.
“Bertani itu seperti naik kuda mau melewati jurang. Kalau kudanya tiba-tiba dihentikan, semuanya akan jatuh ke jurang. Kalau dipacu terus, bisa melewati jurang,” tambahnya.
Pihaknya juga menilai para peserta yang belum berhasil di program ini tidak boleh dikatakan gagal. Menurutnya para peserta program Petani Milenial tengah diuji kedewasaan dan kematangannya dalam mengelola atau membudidaya.
“Yang gagal itu bukan gagal, tapi belum berhasil. karena itu dalam proses pendewasaan. makanya gagal jangan dianggap negatif, Kita bisa pelajari kenapa gagal, kalau dia gagal karena sudah mencoba, itu lebih baik. tapi banyak yang gagal sebelum mencoba, ini gagal sebenarnya. Karena setelah mencoba pasti ada prosesnya,” tuturnya.
Catat ya teman-teman Petani Milenial!
Bisnis Indonesia perwakilan Jawa Barat menggelar Program Jelajah Petani Milenial Juara. Perjalanan jurnalistik ini turut didukung oleh Humas Jabar dan Dinas Komunikasi dan Informatika Jawa Barat, Dinas Kehutanan Jawa Barat, Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Barat, Dinas Perkebunan Jawa Barat, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jawa Barat, dan Bank BJB.