Bisnis.com, PURWAKARTA – Kabupaten Purwakarta berpotensi mengembangkan komoditas teh karena memiliki perkebunan teh mencapai 4.506 hektare yang tersebar di empat kecamatan dataran tinggi yakni Wanayasa, Bojong, Kiarapedes, dan Darangdan.
Selama ini, masyarakat di empat kecamatan itu banyak di antaranya mengandalkan penghasilan dari perkebunan tersebut. Adapun daun teh asli daerah ini biasanya dikemas menjadi beragam olahan seperti teh celup atau campuran obat herbal.
Asep Haspuloh, 40, warga Desa Sindangpanon, Kecamatan Bojong, bisa dibilang merupakan salah seorang yang mendapat keberkahan dari perkebunan teh ini. Selama ini, dirinya memproduksi pucuk teh dari hasil panen warga sekitar. Hasil produksinya ini, kemudian dikirim ke bergabai daerah di Jawa Barat.
“Kalau saya, sudah berkecimpung dalam pengolahan daun teh ini sejak 2006 lalu melanjutkan usaha keluarga,” ujar Asep kepada wartawan, Senin (8/11/2021).
Asep mengklaim, pabrik dan proses pengolahan teh di tempatnya tetap mempertahankan cara konvensional dengan tetap menjaga kualitasnya. Untuk teh yang diolahnya merupakan daun pucuk atau proses pengolahan dari awal.
“Jadi, kita beli pucuk teh hasil petikan petani langsung. Kemudian kita olah di sini,” jelas dia.
Kemudian, kata dia, pucuk teh hasil petikan ini diproses dan dikeringkan dengan cara digiling agar hilang kadar airnya. Setelah itu, daun teh ini disortir untuk dipisahkan batang dengan serbuknya. Pada penyortiran itu, juga dilakukan pemisahan antara serbuk kasar dengan halus.
“Pengeringan dilakukan tiga kali di atas perapian menggunakan kayu secara konvensional. Pertama menggunakan hong, tahap kedua hakson, ketiga pitrol dan terakhir menggunakan bolti,” kata dia.
Setelah proses itu selesai, lanjut Asep, teh yang telah disortir ini kemudian dikemas ke dalam karung untuk dikirim ke konsumen di luar daerah. Seperti Sukabumi, Garut dan beberapa kota di Jawa Tengah.
“Yang saya produksi ini adalah teh hijau,” ujarnya.
Selain produksi teh dari hasil panen para petani di wilayah itu, Asep juga ternyata memiliki ribuan meter kebun teh di wilayah Bojong. Adapun pemetikan pucuk daun untuk produksi teh ini, dilakukan 15 hari sekali. Menurutnya, dengan cara ini pucuk teh akan berkualitas baik. Termasuk, berguna untuk pemeliharaan pohon teh.
Asep menambahkan, selama pandemi ini produksi teh di pabriknya cenderung menurun. Semula, dia bisa memproduksi pucuk teh hingga 8 ton per hari. Namun, saat ini hanya 4 ton saja. Adapun penjualan teh hijau di pabriknya, rata-rata mencapai 50 ton perbulannya.
“Alhamdulillah, dari perkebunan teh ini kami bisa merekrut pekerja lokal dari mulai tukang kebun, pemetik hingga yang produksi. Yang kerja di pabrik ini ada 18 orang dan di kebun sekitar 60 orang, jadi total karyawan saya ada 78 orang belum termasuk sopir pengiriman barang,” tambah dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Purwakarta Sri Jaya Midan Midan menambahkan sejauh ini daun teh dari perkebunan rakyat pangsa pasarnya lumayan bagus. Selain kebutuhan lokal, teh khas Purwakarta juga ada yang dikirim ke luar daerah.
“Ke depan, kita bidik pasar ekspor untuk produk daun teh ini,” ujar Midan.
Midan menjelaskan, saat ini pemerintah juga sedang mengembangkan produk white tea yang telah bersertifikat. Untuk perkebunan khusus white tea ini, baru dikembangkan di lahan 50 hektare. Perkebunan ini pun, tak memakai pupuk kimia. Tapi murni menggunakan pupuk organik.
Midan berkomitmen untuk terus membantu para petani teh tersebut seperti dalam hal pemasarannya supaya gaung teh khas Purwakarta juga bisa bernasib sama seperti buah manggis yang sudah tembus ekspor. (K60)