Bisnis.com, BANDUNG - Pelaku industri dalam negeri yang memproduksi alat kesehatan (alkes) hasil karya anak bangsa menyambut baik instruksi dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang meminta prioritas belanja dilakukan pada alkes produksi dalam negeri.
Kemandirian untuk mengawal peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dalam negeri oleh karya anak bangsa nyatanya bisa terealisasi dengan peran dari pemerintah selaku regulator. Hanya saja realisasi implementasi di lapangan belum selaras dengan potensi yang ada.
Luhut mengatakan, serapan anggaran belanja alkes untuk produk dalam negeri hanya seperlima dari anggaran belanja untuk alkes impor yaitu masing-masing Rp2,9 triliun untuk Alkes dalam negeri dan Rp12,5 triliun untuk alkes impor.
Salah satu yang menyambut baik imbauan Luhut adalah Co-Founder dan Chief Business Development Officer Sehati Group Anda Sapardan, yang sebelum memulai usaha rintisan ini telah 13 tahun berkecimpung di industri kesehatan.
Salah satu alkes PDN yang dihasilkan perusahaannya adalah TeleCTG, produk alkes karya anak bangsa yang berbasis Internet of Medical Things (IoMT).
TeleCTG adalah Cardiotocography (CTG) yang berbeda dengan CTG biasa. Beroperasi secara digital, TeleCTG memungkinkan terjadinya interprofessional collaboration antara bidan dan dokter obgyn, berhasil menekan jumlah kematian ibu hamil, bayi dan angka stunting intra-uterine melalui deteksi dini faktor resiko, serta membuka peluang dan akses yang setara bagi ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan kesehatan maternal terstandar.
"Kami menjadi yang pertama di dunia untuk alkes sejenis TeleCTG yang bisa dioperasikan oleh Bidan dan langsung terhubung dengan Dokter Obgyn," kata Anda kepada Bisnis, Selasa (15/6/2021).
Hanya saja, setelah mendapatkan izin edar pada 2018 silam, pihaknya seakan menemukan ganjalan cukup besar untuk memasarkan produk inovasinya agar bisa dimanfaatkan oleh publik untuk mendukung program pemerintah menekan angka kematian ibu, bayi dan stunting.
Pernyataan Luhut bagi Anda seperti jawaban bagaimana sulitnya pihaknya untuk mengakses pasar Alkes di negaranya sendiri. Padahal Anda mengaku, dirinya sudah ditawari banyak negara untuk memproduksi hasil inovasinya di negara-negara tersebut. Sebut saja, Singapura, Australia dan Hongkong yang kepincut dengan inovasinya.
Namun hingga saat ini tawaran-tawaran menggiurkan tersebut ditolak mentah-mentah oleh Anda dan kawan-kawannya. Ia mengaku, nasionalisme dirinya masih sangat tinggi, dengan satu tujuan; berkontribusi dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di negaranya, oleh produk anak bangsanya sendiri, tidak lebih.
TeleCTG menurut Anda berangkat dari keprihatinan dirinya terhadap tingginya kematian ibu hamil. Setidaknya dalam satu jam ada 2 orang ibu hamil atau melahirkan yang harus meregang nyawa.
Alasan sederhana namun urgent tersebut sudah cukup bagi Anda terus bertahan untuk memproduksi TeleCTG di dalam negeri, untuk negerinya sendiri.
Ia pun berharap, dengan perhatian dari Menko Marves, pelaku industri Alkes PDN bisa mendapatkan dukungan dan keberpihakan, utamanya dalam penyerapan alkes untuk mensukseskan program pemerintah.
"Kalau bukan pemerintah kita yang mendukung, siapa lagi?" tanya Anda.
Meski demikian, Anda tidak ingin berprasangka buruk terkait yang alokasi impor alkes sangat jomplang dengan alokasi belanja alkes dalam negeri. Ia hanya meminta agar para pemangku kepentingan di pemerintahan terkait bisa menciptakan ekosistem yang baik untuk para pelaku industri Alkes PDN dalam negeri.
"Memang masih ada beberapa suku cadang yang belum diproduksi di dalam negeri, pemerintah bisa mendukung ekosistem yang lebih mendukung [indistri alkes] dari hulu sampai ke hilir," kata Anda. (K34)