Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BPS-Dukcapil Rakor Bahas Data Kependudukan Capai Statistik Hayati

Ateng menjelaskan, Statistik Hayati adalah statistik yang dibangun berdasarkan catatan-catatan penting dan kondisi-kondisi penting yang berkelanjutan, dari mulai penduduk itu lahir hingga penduduk itu meninggal dunia.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakhrulloh
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakhrulloh

Bisnis.com, BANDUNG - Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Seluruh Indonesia menggelar rapat koordinasi untuk mewujudkan Statistik Hayati di Indonesia. Nantinya, data kependudukan di Indonesia tidak lagi berbeda untuk memudahkan proses pembangunan.

Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono menuturkan rapat koordinasi saat ini merupakan tindak lanjut untuk mengawal Perpres 62 Tahun 2019 tentang Percepatan untuk pencapaian target kinerja Dukcapil dan Statistik Hayati.

Ateng menjelaskan, Statistik Hayati adalah statistik yang dibangun berdasarkan catatan-catatan penting dan kondisi-kondisi penting yang berkelanjutan, dari mulai penduduk itu lahir hingga penduduk itu meninggal dunia.

"BPS nanti bersama-sama dengan Dirjen Dukcapil akan menindaklanjuti hingga level provinsi. jadi kita untuk level nasional sudah berjalan bagus, kita saat ini untuk menindaklanjuti hingga ke level provinsi, bahkan kota kabupaten. Terutama ini kita lakukan untuk mengawal satu data kependudukan Indonesia, ini untuk mengawal statistik hayati," kata Ateng dalam konferensi persnya di Hotel Pullman Kota Bandung, Selasa (8/6/2021).

Menurut Ateng data kependudukan yang akurat sangat penting. Pasalnya data tersebut akan digunakan pemerintah dalam merancang pembangunan nasional. Untuk saat ini kata Ateng, untuk pertama kalinya hasil sensus penduduk 2020 lalu hasilnya sama dengan catatan kependudukan dari Kependudukan dan Catatan Sipil.

"Nah sekarang ini pada level nasional datanya sudah sama, tapi dari level provinsi, pada saat kami mendata sensus penduduk, ini pendekatannya de fakto, kemudian data adminduk itu pendekatannya de jure, de faktonya ada berapa, de jurenya ada berapa, artinya di dalamnya ada faktor migrasi penduduk, siapa yang tinggal di situ dan siapa yang tidak tinggal," kata Ateng.

Ia menyontohkan, kerap kali perbedaan catatan kependudukan adalah diakibatkan oleh perbedaan metode penghitungan. Sehingga hal ini harus dijembatani agar tidak terjadi kesimpang siuran informasi data kependudukan.

"Contohnya ketika teman-teman anak-anaknya sekolah misalnya dari satu daerah ke daerah yang lainnya, maka secara de jurenya dia masih tercatat KK nya di desa di daerah yang bersangkutan, tapi secara de faktonya anak itu kalau sudah satu tahun dia sudah meninggalkan, dia secara de faktonya tidak ada di situ. Itu yang akan kita sama-sama dengan membuat satu sistem dengan membuat platform satu data kependudukan Indonesia. Jadi, platform satu data kependudukan Indonesia dengan digital ID, ini lah salah satu upaya by sistem agar perbedaan-perbedaan itu kita menjadi dieliminir, sehingga kita menuju pada satu data kependudukan Indonesia, dengan menerjemahkan de fakto dan de jure," jelasnya.

Sementara itu, di tempat yang sama, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakhrulloh menuturkan, bagi pemerintah dengan tercapainya Statistik Hayati akan memudahkan pemerintah melakukan pembangunan nasional. Seperti, perencanaan pembangunan dan proyeksi pembangunan nasional.

"Untuk perencanaan pembangunan secara nasional penghitungnya tidak ada lagi keraguan, tidak ada lagi kesulitan, tidak ada lagi yang sifatnya sangka-sangka, datanya sudah sama," jelas dia.

Untuk itu, dalam rapat kooordinasi kali ini pihaknya akan membahas dengan mencari persamaan dalam pendataan kependudukan masyarakat Indonesia.

Sehingga, dengan demikian tujuan pembangunan nasional akan bisa tercapai dengan tepat.

"Ini kita rintis sekarang dengan kerja-kerja sama seperti ini, ini butuh waktu, di tingkat nasional saja kita merintisnya 5 tahun. Karena sensus ada tahapannya, sedangkan data kependudukan ini kita lakukan konsolidasi 6 bulan sekali, suatu ketika nanti, kalau metodologinya sudah kita lakukan, kemudian data dukcapil sudah bisa real time, tiap hari bisa didata, khusus tentang penghitungan penduduk, itu tidak perlu sensus lagi, dan kalau penduduk Indonesia sudah taat. Jadi banyak sekarang ada perbedaan, penduduk Indonesia ada yang pindah rumahnya, tapi tidak lapor ke dukcapil, sehingga ini bisa didata berbeda," jelasnya. (K34)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dea Andriyawan
Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper