Bisnis.com, CIREBON - Ratusan hektare lahan bekas galian tambang pasir di Desa Cibulan, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Kuningan, saat ini dikelola menjadi lahan pertanian. Lahan tersebut saat ini dijadikan ladang tanaman kedelai lokal varietas anjasmoro.
Di Desa Cibulan, belasan tahun lalu merupakan salah satu kawasan galian pasir di wilayah Kabupaten Kuningan sebelah timur. Dari luas wilayah 876,124 hektare, sebanyak 514 hektare adalah lokasi galian C.
Kepala Desa Cibulan, Iwan Gunawan (39), mengatakan, pada akhir 2017 lahan galian tersebut ditutup oleh pemerintah provinsi atas dasar keluhan dari warga desa, lantaran keberadaan galian pasir itu semakin mendekati permukiman penduduk.
"Khawatirnya lahan tersebut menjadi bom waktu dan membahayakan warga sekitar. Sehingga langkah pertamanya adalah ditutup," kata Iwan di Desa Cibulan, Kabupaten Kuningan, Minggu (2/2/2020).
Setelah ditutup pada akhir 2017, pemerintah desa bersama dengan warga Desa Cibulan kemudian sepakat untuk membuat lahan bekas galian tersebut menjadi lahan produktif, yakni untuk ditanami kedelai lokas varietas anjasmoro.
Iwan menyebutkan, sebelum diputuskan untuk menanam kedelai, pihaknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli pertanian karena lahan bekas galian tersebut sulit untuk ditanami tanaman pertanian komoditas apapun.
Lalu, puluhan petani di Desa Cibulan pun diboyong ke daerah Grobogan, Jawa Tengah, untuk melihat lahan pertanian hingga pengolahan kedelai di desa tersebut.
Alasan lain, kata Iwan, 90 persen penggunaan kacang kedelai di Kabupaten Kuningan masih mengandalkan impor dari Amerika Serikat. Maka dari itu, tanaman kacang kedelai lokal harus bersaing dengan kedelai impor.
"Kami memilih kedelai sebagai edukasi juga ke masyarakat kalau kedelai impor itu adalah hasil laboratorium, kalau di sini itu asli," katanya.
Ditahun pertama penanaman kedelai pada awal 2018, lahan yang berhasil digarap seluas 50 hektare, menghasilkan 1,2 ton. Sedangkan untuk penanaman kedua dan ketiga pada 2019 sebanyak 1,4 ton. Awal penggarapan lahan pun menggunakan dana desa sebanyak Rp 75 juta.
Iwan mengatakan, selama dua tahun terakhir ini, jumlah rupiah yang berhasil didapatkan dari hasil panen kedelai tersebut sebanyak Rp 15,6 juta.
"Saat ini yang baru ditanami baru 11 hektare saja, kemungkinan ditahun mendatang akan ditambah hingga 500 hektare supaya pendapatan bertambah lebih dari 100 persen. Pemilik lahan sebelumnya mengizinkan untuk dimanfaatkan," katanya.
Selain dijual ke pasar lokal, kacang kedelai dari Desa Cibulan pun diolah menjadi berbagai olahan makanan dan minuman, mulai dari susu kedelai, kedelai goreng bawang, dodol, brownies, bolu, dan nugget kedelai.
Penjualan barang olahan kedelai pun, kata Iwan, dilakukan oleh badan usaha milik desa (Bumdes) Cibulan, kemudian bekerjasama dengan Gabungan Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo).
"Hasilnya, Desa Cibulan yang terpencil ini sudah mulai dikenal banyak orang dan di Kuningan pun bukan lagi disebut daerah galian pasir, tetapi jadi desa kedelai. Semoga jadi sentra kedelai juga," katanya.
Dari hasil pertanian kedelai tersebut, Desa Cibulan mendapatkan penghargaan Anugerah Prakarsa Pembangunan Daerah Jawa Barat dan anugerah inovasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada 2018.
Kemudian, desa tersebut pun mendapatkan bantuan alat mesin pertanian (alsintan) dari Kementerian Pertanian era menteri Andi Amran Sulaiman.
Ahmad (45), warga Desa Cibulan, menyebutkan, setelah bekas galian ersebut menjadi lahan pertanian kedelai, ia bersama warga lainnya tidak lagi mendengar bising kendaraan pengangkut material atau alat berat.
Selain itu, beberapa warga di Desa Cibulan pun kini beralih mata pencaharian, yang semula sebagai petani padi di desa luar menjadi petani kacang kedelai. "Kelihatannya jadi hijau desa ini, terus sering lihat juga warga dari luar yang berdatangan," kata Ahmad. (K45)