Bisnis.com, GARUT - Kementerian Perhubungan membutuhkan anggaran Rp250 triliun untuk pembangunan baru jalur rel kereta api, jalur ganda dan reaktivasi jalur non aktif di seluruh nusantara. Karena minim dana, maka pihaknya menetapkan skala priotas.
Santoso Sinaga, Kepala Seksi Kelaikan Jalur Pembangunan Kereta Api Wilayah I Dirjen Perkeretapian Kementerian Perhubungan mengungkapkan, dana sebesar itu merupakan perhitungan program Dirjen Perkeretapiaan khusus untuk rencana strategis hingga 2019 yang akan membangun 3.200 KM rel kereta api.
"Tapi, dana yang tersedia hanya 30%. Jadi, kalau kita lihat tren pendanaan dari 2015 hanya berkisar Rp12-16 triliun per tahun," katanya, kepada wartawan di sela-sela Diskusi Napak Tilas Jalur Non Aktif Cibatu-Garut-Cikajang di Garut, Rabu (22/3/2017).
Menurutnya, ketika dana yang dibutuhkan Rp250 triliun, artinya setiap tahun pemerintah pusat harus mengalokasikan Rp50 triliun dari APBN. Dengan dana yang terbatas, maka yang bisa direalisasikan hanya 30% dari kebutuhan.
Dengan demikian, hingga 2019 mendatang yang bisa diselesaikan pemerintah hanya 1.000 KM. Skala prioritas harus dilakukan pemerintah agar dana yang terbatas tersebut bisa berdampak signifikan terhadap pembangunan transportasi nasional.
"Untuk Jabar program prioritas itu adalah reaktivasi jalur kereta api Rancaekek-Tanjungsari, kemudian Cibatu Garut- Cikajang menyusul," ucapnya.
Menurutnya, hingga 2018, sebenarnya sudah menyusun program dan reaktivasi Cibatu-Garut-Cikajang belum termasuk. Sedangkan untuk reaktivasi Rancaekek-Tanjungsari tahun lalu sudah diprogramkan, tapi pihaknya harus melakukan pembagian tugas dengan daerah dan PT KAI.
Skema yang dibuat pemerintah pusat membangun, kemudian ada lahan yang perlu penertiban. Penertiban ini ditugaskan kepada PT KAI. Mungkin Pemprov Jabar dalam hal ini Dishub, katanya, sudah menyediakan dana untuk pengadaan lahan, tapi ini juga belum selesai.
"Jadi, kalau penertiban dan pengadaan lahannya selesai, kita akan segera untuk mulai pembangunan. Skemanya sudah jelas, cuma jadwal pastinya kapan menunggu proses penertiban dan penyediaan lahan," ucapnya.
Mengenai Cibatu-Cikajang, pemda dan pusat harus duduk bersama. Karena belum sampai pada keputusan apakah trasenya itu menggunakan jalur yang lama atau bergeser ke luar Kota Garut karena waktu kajian yang dilakukan merupakan persoalan juga lantaran sebagian jalur di perkotaan sudah beralih fungsi.
"Jadi diaktifkan di trase lama dampak sosialnya cukup besar. Kami agak khawatir dampak sosialnya cukup besar dan ada resistensi masyarakat. Disinilah peran pemda. Kalau disepakati dibangun di trase yang lama, maka kami harus yakinkan pemda bahwa mereka bisa memindahkan penduduk yang selama ini menempati lahan KAI," ucapnya.
Berdasarkan kajian yang telah dilakukannya, dana yang dibutuhkan untuk reaktivasi jalur Cibatu-Garut-Cikajang ini membutuhkan Rp2,3 triliun karena harus memperbaiki rel yang telah rusak termasuk memperbaiki sejumlah jembatannya.
"Dengan ApBD Garut hanya Rp3 triliun, saya tidak yakin mereka mau mengalokasikan dana Rp100 miliar per tahun karena kebutuhan lainnya atau mereka bisa menggunakan skema investasi," paparnya.