JAKARTA--Perusahaan Umum Perumahan Nasional (Perum Perumnas) akan menjual sebagian unit hunian rumah susun yang rencananya dibangun di bagian atas stasiun dengan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) atau harga subsidi.
"Harus ada. Kan Perumnas misinya itu menyediakan rumah untuk kalangan masyarakat berpenghasilan rendah," kata Direktur Korporasi dan Pengembangan Bisnis Perumnas Galih Prahananto di Jakarta, Senin, berkaitan dengan fasilitas subsidi.
Galih menyebutkan porsi unit hunian dengan harga subsidi disediakan sekira 30% hingga 40% dari keseluruhan unit yang ada.
Perumnas merencanakan pembangunan rumah susun berkonsep berdiri vertikal di bagian atas stasiun dan rel kereta api di Stasiun Bogor, Jawa Barat, di lahan seluas 4,2 hektare dengan enam menara yang menyediakan hingga 3.600 unit hunian.
Kemudian, Perumnas merencanakan pula pembanguna di kawasan Stasiun Pondok Cina, Depok, Jawa Barat, di lahan 6.000 meter persegi dengan perkiraan 520 unit hunian, dan kawasan Stasiun Tanjung Barat, Jakarta Selatan, dibangun di lahan satu hektare memiliki ketersediaan hingga 860 unit hunian.
Galih memaparkan harga per unit dihitung berdasarkan per meter per segi dengan kisaran harga mulai Rp6 juta hingga Rp13 juta.
Dia menjelaskan harga unit subsidi diperkirakan akan berkisar di Rp6 juta hingga Rp6,5 juta per meter agar bisa masuk dalam kategori FLPP.
Ia mengemukakan, tipe unit yang disediakan mulai dari tipe studio seluas 21 meter persegi, tipe satu kamar dan tipe dua kamar seluas hingga 45 meter persegi.
Misi Perumnas, menurut dia, membangun rumah susun di bagian atas stasiun untuk mengurangi biaya transportasi tambahan yang harus dikeluarkan penghuninya saat menggunakan kereta api, dan diarahkan agar lebih banyak masyarakat yang menggunakan transportasi umum.
"Kita berusaha mengurangi pengeluaran biaya transportasi. Nitip motor saja bisa Rp7.000 sampai Rp10.000. Belum bensinnya, itu kalau dikali 30 hari sudah sangat banyak. Kalau sasaran market kita orang-orang dengan penghasilan Rp2,5 juta hingga Rp3 juta itu sudah cukup signifikan," ujarnya.
Ia menimpali, "Dengan mereka bisa tinggal di sini, biaya-biaya itu akan hilang dan bisa disisihkan untuk biaya-biaya lain. Itu misi kita."
Pembangunan rumah susun itu, dikemukakannya, akan berada di lahan milik PT Kereta Api Indonesia (KAI Persero), dan akan dijual kepada masyarakat dengan konsep rumah susun milik (rusunami).
Direktur Utama Perum Perumnas Bambang Triwibowo dan Direktur Utama PT KAI Edi Sukmoro sudah menandatangani nota kesepahaman untuk pengembangan kawasan yang terintegrasi dan inklusif berbasis "Transit Oriented Development" (TOD) di tiga stasiun, yakni Stasiun Bogor, Pondok Cina Depok dan Tanjung Barat (Jakbar).
Perum Perumnas bekerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia (Persero) membangun hunian di atas stasiun dan rel kereta api untuk menciptakan efisiensi bagi masyarakat dalam mobilisasi aktivitas keseharian.
"Melalui MoU ini kami berharap mampu memberikan alternatif hunian bagi masyarakat yang lebih efisien karena dengan konsep TOD (Transit Oriented Development) memudahkan mobilisasi bagi masyarakat. Permukiman ini akan memanfaatkan lahan yang tidak terpakai di sekitar stasiun kereta api," kata Direktur Utama Perumnas Bambang Triwibowo seusai menandatangani nota kesepahaman dengan Direktur Utama PT KAI Edi Sukmoro di Jakarta, Senin.
Bambang mengatakan hunian vertikal tersebut akan dibangun di kawasan Stasiun Bogor, Stasiun Pondok Cina, dan Stasiun Tanjung Barat.
Dia menjelaskan hunian berkonsep TOD ini juga akan dilengkapi dengan area komersial untuk ruang sosialisasi para penghuni dan area fasilitas umum yang semuanya terintegrasi dalam satu kawasan untuk kemudahan melakukan berbagai aktivitas sehari-hari.
"Melalui konsep TOD ini akan mendekatkan jarak pengguna kereta api, menciptakan efisiensi biaya, waktu, dan tenaga bagi mereka sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup di perkotaan," ujar Bambang.
Pembangunan hunian di kawasan stasiun kereta tersebut dilakukan karena tingginya minat dan kebutuhan masyarakat atas hunian yang dekat dengan stasiun.
Selain itu pembangunan juga didasarkan atas tingginya pengguna kereta api Jabodetabek yang mencapai 914.840 penumpang per hari dengan mayoritas pengguna yang menempuh jarak antara rumah dan stasiun sejauh 1-10 km.