Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perlu Kerja Keras untuk Akselerasi Industri Farmasi Nasional

Percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan yang diamanatkan Inpres No. 6/2016 memerlukan strategi khusus
Ilustrasi (web)
Ilustrasi (web)

Bisnis.com, BANDUNG—Percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan yang diamanatkan Inpres No. 6/2016 memerlukan strategi khusus.

Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Iskandar mengatakan perlu paradigma yang tepat agar amanat inpres tersebut bisa segera diwujudkan.

Iskandar mencontohkan persoalan ketersediaan bahan baku obat serta teknologi dalam sektor ini yang cukup rumit dan memakan waktu lama.

Menurutnya, langkah strategis dapat dilakukan untuk mempersingkat proses itu. Misalnya persoalan teknologi dapat dipecahkan dengan pembelian teknologi untuk sementara waktu. Demikian pula dengan persoalan bahan baku dapat dilakukan secara tentatif dengan cara impor.

“Kami sudah melakukannya tiga tahun lalu. Kami membeli teknologi. Kalau menunggu perguruan tinggi menghasilkan bahan baku obat jangan harap 5-10 tahun akan ada hasil. Kalau inpres ingin berhasil 4 tahun, shortcut-nya beli teknologi dan kita bisa mandiri. Sambil jalan, kita belajar dari orang lain,” katanya, Selasa (2/8).

Dia juga mengusulkan agar jika ada investor farmasi yang menanamkan modalnya di Tanah Air mungkin dapat disyaratkan agar mereka mau melakukan transfer teknologi.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menandatangani Inpres No. 6/2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.

Dalam beleid tersebut, Presiden Jokowi meminta pihak-pihak terkait menyusun langkah-langkah strategis seperti kepada Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Kemenristek Dikti, Kementerian BUMN, Badan POM, Pengadaan Barang dan Jasa, Kemenko Perekonomian, dan Kemenko PMK.

“Kami senang di inpres ini semuanya terlibat. Akan tetapi, bagaimana cara mengawalnya supaya ini berhasil tentu harus kerja bareng dengan cara yang pintar. Kalaupun kita kerja sama dengan pihak luar, harus tercantum transkrip teknologi,” kata Iskandar.

Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito mengatakan pihaknya juga akan mengawal percepatan perkembangan industri farmasi dan alkes ini. “Itu adalah prioritas yang sangat penting,” katanya.

Menurutnya, BPOM akan menggali lebih jauh peran lembaga yang bukan hanya sekadar pengawas melainkan berperan untuk menggali lebih jauh dalam rangka percepatan kemandirian.

Penny menilai masalah kemandiriain bahan baku menjadi sangat penting dan perlu dikembangkan mengingat hampir 90% bahan baku obat adalah dari luar.

“Itu menjadi prioritas bagi BPOM. Peran kami tidak pasif. Tetapi bagaimana kami bisa mengawal dan juga mengingatkan bagaimana inpres ini bisa diaplikasikan karena ini membutuhkan satu koordinasi lintas sektor yang luas sehingga tiap pihak harus saling mengingatkan,” katanya.

Deputi BPOM Bahdar Johan Hamid menambahkan salah satu peran BPOM adalah dengan cara memberikan pedoman percepatan tersebut seperti pada pengembangan bahan baku obat. Selain itu, lembaganya juga akan mengeluarkan regulasi misalnya pembuatan bahan baku obat bisa agar dilakukan di dalam negeri.

“Industri yang melakukan pengembangan harus mengikuti pedoman tersebut sehingga nanti produknya tidak ada masalah dengan registrasi dan mudah masuk pasar.(Yanto Rachmat Iskandar/k10)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper