Oleh: Dimas Dito Dwi Putranto Suaranya rendah dan gestur tubuhnya tidak banyak polah ketika mulai menjelaskan intisari buku garapannya yang berjudul A9ama Saya Adalah Jurnalisme kepada peserta yang memenuhi ruangan di Fakulas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, pekan lalu. Andreas Harsono, tokoh genre jurnalisme sastrawi di Indonesia membagi isi kepala serta pengalamannya dalam menjalani karier sebagai seorang jurnalis. Penerima Nieman Fellowship on Journalism dari Harvard University ini juga merupakan penggagas Aliansi Jurnalis Independen serta menjalani profesi wartawannya di sejumlah media a.l Jakarta Post, The Nation (Bangkok), dan The Star (Kuala Lumpur). Tak ketinggalan, Majalah Pantau pun pernah didirikannya sebagai majalah yang memantau kaidah jurnalistik serta memiliki gaya khas narasi dalam penulisan beritanya. Sambil menggenggam microphone, gaya tuturnya teratur ketika menjelaskan persoalan media massa yang sampai saat ini masih dapat diatur dan di tekan oleh banyak pihak. Dari kacamatanya sebagai jurnalis, kepentingan-kepentingan pemerintah hingga pemilik media pun masih merasuk jiwa media massa. “Lihat saja Tv One yang masih belum independen menjalankan tugsanya sebagai media massa, termasuk pemberitaan yang menyangkut pemiliknya, Bakrie!” kata dia menggambarkan contoh independensi media yang bias. Penjelasan mengenai seluk beluk jurnalisme pun terus bergulir. Tak bisa di pungkiri jika Bill Kovach, seorang jurnalis serta penulis buku 9 Elemen Jurnalisme, menjadi nabi atau panutan bagi Andreas untuk menerapkan jurnalisme yang baik bagi masyarakat. Berangkat dari Bill Kovach, dia menceriterakan seluruh kesalahan-kesalahan elementer dari dunia jurnalistik yang ada di Indonesia. Katanya, selepas rezim Soeharto, pers seperti burung yang lepas dari kandang, terbang menjauhi belenggu ancaman. Namun, bebas bukan berarti asal-asalan. Berjalan lebih dari 10 tahun setelah rezim Soeharto, dia mengatakan jika pers atau media massa hingga ini masih banyak melenceng dari 9 elemen jurnalistik. Salah satu contohnya adalah penggunaan by line di setiap berita yang di muat media cetak. Media cetak, baginya, hingga kini belum banyak yang menggunakan identitas sang wartawan pada berita yang termuat. Padahal, dengan by line tersebut, proses verifikasi bisa efektif apabila diterapkan oleh seluruh media cetak. “Di Amerika, penggunaan by line sebagai alat verifikasi sudah di gunakan sejak abad ke-19, namun media di Indonesia belum menggunakan, sudah ketinggalan zaman itu,” cetusnya sambil berguyon di depan peserta. Selain berbicara elemen jurnalisme yang belum banyak di terapkan oleh media di Indonesia, bibirnya juga tak tahan untuk menyampaikan kritik kepada perusahaan media dalam mengupah kuli tinta atau wartawannya. Letak duduknya mulai bergeser, dia tegapkan badan setelah berlama-lama menyandarkannya pada sofa ketika memasuki bincang-bincang santai ini. Keseriusan muncul di wajahnya ketika menjelaskan upah wartawan yang kini masih berada di bawah upah minimum. Sebagai penggagas Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Andreas mengantungi angka yang harusnya di terima wartawan sebagai gaji layak sebesar Rp 4,8 juta. Sambil menggelengkan kepala, dia menghimbau kepada seluruh wartawan untuk menolak mengabdi pada perusahaan yang memberi tawaran jika gaji tidak sesuai standar tersebut. “Di Indonesia, media yang sudah menggaji wartawannya dengan layak adalah Bisnis Indonesia dan Kompas,” ungkapnya sembari bergantian mengangkat telunjuk dan jari tengah. Satu demi satu bahasan telah berakhir dan berlanjut ke pembahasan lainnya. Sebagai wartawan senior, Andreas pun mengharapkan generasi baru atau calon-calon pekerja media nantinya melek internet. Wajar rasanya ketika wartawan seperti Andreas menginginkan para junior atau yang lebih muda darinya untuk terus mengeksplorasi teknologi yang semakin mahir. “Sebaiknya di sekolah pendidikan jurnalistik perlu di buat satu mata kuliah yang khusus untuk mendesain web serta membuat html,” ujar dia. Himbauan yang di lontarkannya pun bukan tanpa maksud, dari pengamatannya sejauh ini, Google dan Microsoft telah menjadi Tuhan di dunia maya. Pendapatan per tahun kedua perusahaan ini pun sangat besar mencapai triliunan rupiah. Untuk itu, seorang wartawan senior sekaligus pengamat jurnalistik seperti Andreas menggambarkan jika nantinya calon-calon wartawan bisa menguasai web dan html. “Dengan demikian, maka bisa dibayangkan keuntungan yang kalian dapatkan dalam mengadaptasi teknologi yang semakin maju ini,” candanya sambil tersenyum tipis. Acara bincang-bincang santai pun selesai. Dengan ramah, dia dengan senang hati menerima peserta yang ingin mengabadikan foto atau mendapatkan tanda tangan pada buku yang sudah di beli oleh peserta. Ruangan tiba-tiba ramai oleh peserta yang berduyun-duyun keluar ruangan. Andreas masih tetap tenang, berdiri di depan sambil menyambut siapapun yang ingin berbincang dengannya. Andreas, masih dengan suara kecilnya, menjelaskan relevansi jurnalisme sastrawi dalam kondisi pers saat ini kepada bisnis-jabar.com Baginya, jurnalisme sastrawi masih sangat relevan bagi media termasuk para penulisnya. “Karena menulis berita narasi itu honornya gede,” katanya sambil tertawa. Jurnalisme sastrawi, tuturnya, masih di minati oleh pembaca yang mencintai penulisan berita naratif. Penawaran untuk menulis pun terkadang tak bisa di tolaknya, namun untuk mengisi space tulisan seminggu sekali, dia pun angkat tangan. “Menulis berita narasi itu butuh waktu sampai 3 bulan, kecuali saya diberi tim berjumlah 10 – 20 orang,” tandasnya dengan tutur masih teratur dan suara pelan.(Yanto Rachmat Iskandar/hh)
Andreas Harsono, tak lelah mengkritik pers Indonesia
Oleh: Dimas Dito Dwi Putranto
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

17 detik yang lalu
Ministry Warning on Submarine Cable Reporting to XLSmart, Moratelindo
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru

16 jam yang lalu
24 WNI Asal Jabar Dipulangkan Bertahap dari Iran

18 jam yang lalu
Jabar Libatkan TNI AL Jaga Sungai dan Laut
Terpopuler
# Hot Topic
Rekomendasi Kami
Foto
