Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ma'soem dari tukang minyak tanah jadi raja SPBU

Oleh Bunga Kusumah & Herdiyan PT Ma’soem merupakan perusahaan multisektor yang bergerak di bidang usaha perdagangan migas, nonmigas, serta pendidikan yang menjadikannya sebagai salah satu perusahaan terkemuka di Jawa Barat khususnya di wilayah Bandung. Kehadiran PT Ma’soem di tengah-tengah masyarakat Jabar turut dirasakan manfaatnya oleh mereka. Selain membantu memenuhi keperluan masyarakat, perkembangan bisnis PT Ma’soem yang mengalami perkembangan pesat dari tahun ke tahunnya menuntut lebih banyak tenaga kerja yang sebagian besarnya diserap dari penduduk sekitar. Bisnis paling menonjol yang dikelola PT Ma’soem adalah kepemilikan sekitar 35 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) sekaligus menjadi salah satu cikal bakal dari usaha Ma’soem Group yang mulai didirikan pada 1950. SPBU PT Ma’soem tersebar di sejumlah daerah di Jabar a.l. Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Garut. Sementara bisnis lainnya seperti medical centre, transportir, LPG, BPRS, dan sekolah tidak kalah berkembang meski jumlahnya tidak sebanyak SPBU. Secara historis, PT Ma’soem adalah perusahaan keluarga. Ma’soem, perintis perusahaan PT Ma’soem pada awalnya hanyalah seorang pedagang minyak tanah eceran dengan stok sekitar 20 liter. Volume penjualan minyak tanah terus merangkak naik. Omzet yang diperolehnya bisa mencapai tujuh kali lipat dalam waktu beberapa bulan saja. Namun, di tengah-tengah kemajuan bisnisnya, Ma’soem sempat tertipu oleh seorang agen sampai modalnya ludes. Hal tersebut lantas tidak membuatnya terpuruk. Ma’soem kemudian dipercaya oleh BPM (Bataaffche Petroleum Mastschappij), perusahaan minyak milik Belanda yang didirikan kolonial dulu –sekarang Perusahaan Tambang Minyak Nasional atau Pertamina - untuk menjadi agen minyak tanah membawahi daerah Cileunyi, Cicalengka, Sumedang Tasikmalaya, dan Garut Jawa Barat. Dari agen minyak tanah, pada 1960 Ma’soem melakukan ekspansi dan melebarkan sayapnya dengan membuka pom bensin yang menjadi satu-satunya perintis pembuatan pom bensin pada jalur jalan raya Tasikmalaya-Garut. Meski masih menggunakan cara-cara tradisional, Ma’soem mendapat omzet hingga tiga ton pada bisnis ini. Kemampuan menjual bahan bakar sebanyak itu bisa dibilang lumayan.  Apalagi pada waktu itu Petamina memberi margin keuntungan sekitar 10% dari harga penjualan. Pada masa yang sama, dia juga mendirikan perusahaan angkutan bernama PA HMS atau Perusahaan Angkutan Haji Ma’soem yang digunakan untuk mengangkut beras atau barang tenun milik sejumlah pengusaha. Ma’soem juga membeli beberapa armada mobil tangki yang pengelolaannya bergabung dengan PT Asia Motor untuk mengangkut bensin ke luar daerah dan berhasil menjadi pemasok BBM ke pabrik-pabrik besar di Jabar. Terbilang sulit Menjalankan bisnis pada  pada dekade 1960 terbilang sulit. Kehadiran komunis dengan doktrin “sama rata, sama rasa” membuat bangsa pribumi yang mengalami kemajuan dijadikan sasaran. Ma’soem sebagai pengusaha yang berhasil mengembangkan usahanya dianggap sebagai kaum kapitalis yang harus diberantas karena disebut musuh orang-orang berfaham kiri. Begitu pula pada masa kebangkitan orde baru yang mana pengaruh iklim politik sangat berpengaruh pada dunia usaha. Sejumlah perusahaan diminta untuk bergabung pada salah satu kekuatan politik, jika tidak ingin dikeluarkan dari perusahaan tempatnya bergabung. Menginjak 1970, persaingan bisnis SPBU di Jawa Barat mulai kencang seiring dengan maraknya kendaraan bermotor. Pihak Pertamina lalu menetapkan syarat ketat bagi pengusaha yang akan membangun SPBU a.l. berdasarkan prospek perkembangan daerah dan persoalan jarak harus betul-betul diperhatikan agar tidak berbenturan dengan orang-orang yang punya kepentingan. Pada kenyataannya, tidak semua pengusaha mampu bertahan mengelola usaha SPBU, malah banyak juga yang diantaranya bangkrut akibat berbagai faktor seperti ketidakberesan manajemen. Belum lagi tingginya angka inflasi setelah berlangsung peristiwa G30S/PKI yang membuat perekonomian masyarakat menurun drastis. Bagi para pengusaha, tentunya kondisi itu amatlah berat untuk terus menjalankan usahanya. Namun seiring berjalannya waktu, Ma’soem mampu memantapkan kembali usahanya dengan pulihnya kembali perekonomian di Indonesia. Perusahaan penyuplai BBM terus tumbuh setiap tahun. Apalagi makin banyak pengusaha dari luar yang masuk dan beroperasi di Indonesia. Timbulnya persaingan antarpengusaha SPBU memang tidak bisa dihadapi dengan berdiam diri. Kepengurusan di tangan Nanang Iskandar Ma’soem, anak sulung Ma’soem, memaksa dirinya untuk terus berinovasi. Nanang menyatukan bisnis SPBU yang telah dijalankan selama 40 tahun itu tidak hanya sekedar menjual BBM, tetapi juga layanan yang baik dan kemudahan akses serta fasilitas bagi konsumen dalam satu area. Satu atap PT Ma’soem membuat SPBU berkonsep one stop shopping (layanan satu atap), yang di dalamnya terdapat beberapa outlet seperti apotik, medical centre, kios mesran Ma’soem, mini market, pegadaian, mushola dan BPR Syariah Al’Ma’soem yang semuanya buka 24 jam. Hingga saat ini PT Ma’soem telah memiliki lima unit bisnis SPBU berkonsep one stop shopping yang tersebar di sejumlah daerah, yaitu Cipacing, Majalaya, Dangdeur, Cikalang, Jatiwangi. Menurutnya, dengan menyatukan berbagai sektor dalam satu area ini, selain memudahkan akses dan fasilitas bagi konsumen, juga mengefisiensi penggunaan lahan dan menekan biaya hingga 20% karena biaya operasional bergabung sekaligu,s seperti gaji petugas keamanan dan akuntansi, listrik, air, dsb. Kegiatan usaha yang tergabung dalam SPBU PT Ma’soem tidak semuanya berada dalam satu area. Beberapa di antaranya berada di area terpisah, seperti BPRS Al Ma’soem, Yayasan Pendidikan Al Ma’soem (YPAM), kolam renang, apotek, pelumas, transportir, kontraktor BBM, dan lainnya. Banyaknya sektor usaha yang dimiliki oleh Ma’soem Group mendorong Nanang memutar otak untuk membuat strategi manajemen yang tepat agar setiap sektor tidak terganggu satu sama lain. Manajemen pengelolaan usaha Ma’soem Group diklasifikasikan ke dalam beberapa direktorat. Misalnya usaha yang berhubungan dengan produk-produk dan jasa pertamina (SPBU, SPBE, transportir, kontraktor BBM, pelumas, dan elpiji) berada dalam lingkungan Direktorat minyak dan gas bumi (Migas). Direktorat Nonmigas di dalamnya mencakup apotik, pabrik minuman kemasan, rental alat berat, serta travel haji dan umroh. Adapun pada Direktorat Pendidikan, membawahi tiga bidang antara lain Direktorat Pendidikan (TK, SD, SMP, SMA), Direktorat Pendidikan Tinggi (Amik, Akbid, Akper), dan Direktorat Pendidikan Nonformal (pesantren tingkat SMP dan SMA, bimbingan belajar) dengan jumlah peserta didik lebih dari 5.000 orang. Semua direktorat akan bertanggung jawab ke pusat, yakni Top Management terutama dalam hal-hal yang menyangkut keuangan, perpajakan, hukum, dan sumber daya alam (SDM). Karyawan yang bekerja di perusahaan ini dituntut untuk paham benar lingkup usaha di PT Ma’soem. Maka tidak heran,  para pekerja yang jumlahnya lebih dari 1.000 orang itu sebagian besar di ambil dari lulusan YPAM. Sedangkan untuk tenaga profesional tingkat S1-S3 biasanya direkrut dari luar perusahaan. Cara ini diambil agar resistensi di antara karyawan bisa ditekan semaksimal mungkin karena orang yang mendapat posisi sudah diketahui oleh semua dalam hal pengabdiannya. Ma’some Group juga paling anti mem-PHK karyawannya. Malahan pertumbuhan karyawan bertambah sekitar 5%-10% per tahun. Ekspansi terus Perkembangan bisnis PT Ma’some dalam bidang SPBU diperkirakan akan terus bertambah. Masoem Group menargetkan dapat mengambil alih kepemilikan (take over) satu stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) setiap tahun untuk melakukan ekspansi pasar di Jawa Barat. Setelah sukses dengan kepemilikan 35 unit SPBU-nya, rencananya Masoem Group akan melakukan take over salah satu SPBU yang ada di Bandung akhir tahun ini. Dahat Gunadi, Direktur Bidang Minyak dan Gas (Migas) Masoem Group, mengatakan take over atau akuisisi lebih dipilih karena dinilai lebih mudah dan efisien dibandingkan dengan pembangunan SPBU dari awal. “Take over lebih hemat dari segi biaya, tenaga, dan waktu karena tidak perlu susah untuk mengurus izin, pencarian lahan, dan berbagai kebutuhan SPBU lainnya,” katanya. Menurutnya, jika membangun SPBU dari awal, dana yang harus disiapkan bisa mencapai Rp10 miliar lebih per SPBU. Dana sebesar itu digunakan untuk membeli lahan, mengurusi izin, pembangunan, dan lain-lain. Dia mengatakan keperluan dana terbesar adalah untuk membeli lahan. Harga tanah tergantung pada kestrategisan tanah tersebut. “Jika tanah tersebut berada di tengah kota, harga tanah bisa mencapai lebih dari Rp5 miliar, sedangkan jika di daerah bisa didapat dengan harga yang murah,” tuturnya. Adapun untuk proses take over, kata dia, dana yang diperlukan hanya berkisar Rp3 miliar—Rp7 miliar per SPBU. “Dana tersebut biasanya dipakai untuk merenovasi SPBU dan keperluan sederhana lainnya,” ungkapnya. Dia menuturkan akuisisi memiliki keuntungan dari segi sosialisasi kepada pelanggan karena letaknya yang telah diketahui masyarakat sebelumnya. Namun, sebetulnya target dari PT Ma’soem bukanlah peningkatan bisnis yang semakin berkembang pesat, melainkan sebagai sarana ibadah dengan mensejahterakan masyarakat sekitar.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Newswire

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper