Bisnis.com, BANDUNG - Sejumlah industri pengguna garam sebagai komponen produksinya mulai merasakan sulitnya mendapatkan garam dalam sebulan terakhir. Hal ini disebabkan, stok garam nasional yang kian menipis akibat kegagalan panen tahun lalu.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengungkapkan, garam dibutuhkan industri tekstil untuk proses pencelupan. Kebutuhan industri tekstil terhadap garam berbeda-beda tergantung kapasitas mesin pencelupannya.
"Kebutuhan tergantung kapasitas pencelupannya. Kalau yang besar pasti kebutuhan banyak, kalau yang kecil pasti sedikit kebutuhannya juga," katanya, kepada Bisnis, Senin (20/2/2017).
Menurutnya, dalam kondisi normal permintaan terhadap garam biasanya mudah dipenuhi oleh produsen. Tapi, dalam sebulan terakhir permintaan garam tak kunjung dikirim. Padahal, sebelumnya kondisi tersebut tak pernah terjadi.
Tak hanya itu, harga garampun mengalami kenaikan. Tidak banyak pilihan yang bisa dilakukan industri menghadapi kondisi sulitnya terhadap garam. Lebih lanjut dia mengungkapkan, yang dibutuhkan industri tekstil adalah garam tidak beryodium dan tidak mengandung kadar air tinggi.
Dalam kondisi normal harga eceran garam bianya ditentukan berdasarkan kualitas. Untuk garam K1 dibanderol seharga Rp750/kg. Sedangkan garam k2 dijual Rp550/kg dan garam k3 seharga Rp450/kg.
Kebutuhan industri tekstil terhadap garam sepanjang tahun ini diperkirakan mencapai 200.000 ton. Tak hanya tekstil yang membutuhkan zat asin itu, industri sabun dan deterjenpun membutuhkannya sebanyak 30.000 ton, petrokimia dan pulp kertas 2 juta ton, farmasi 3.000 ton dan pengeboran minyak 50.000 ton, penyamakan kulit, hingga pakan ayam 200.000 ton.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Penyamakan Kulit Indonesia (APKI) Kab Garut Nadiman mengaku tidak terkendala masalah garam dalam proses penyamakan kulit yang dilakukannya. Pasalnya, pembelian terhadap garam dilakukan jauh-jauh hari saat musim sedang bagus.
"Kami biasanya mendapatkan garam dari petani Cirebon. Jenis garam yang dibeli adalah garam krosok," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
5 hari yang lalu
OJK Gandeng FSS Korea Tingkatkan Pengawasan Sektor Keuangan
1 hari yang lalu