JAKARTA—Kendati sejumlah kalangan menilai kedatangan Jepang ke Indonesia dan sejumlah negara lain di Asean, merupakan tanggapan atas agresifnya invasi China ke kawasan ini. Namun, setidaknya di Tanah Air, Tokyo masih jauh lebih unggul dibandingkan Beijing dalam realisasi investasi.
Berdasarkan data terbaru yang dihimpun dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) realisasi investasi dari Jepang sejak 2011 hingga kuartal III/2016 selalu masuk dalam posisi tiga besar. Paling baru, realisasi investasi Jepang sepanjang Januari-September 2016 mencapai US$4,5 miliar.
Jumlah tersebut menempatkan Negeri Matahari Terbit di posisi kedua negara dengan realisasi investasi terbesar di Indonesia, yakni mencapai 21% di bawah Singapura yang menguasai 33,2% realisasi investasi Tanah Air dengan nilai investasi sebesarUS$7,1 miliar.
Adapun posisi terendah Jepang selama selama lima tahun terakhir terjadi pada 2015 di mana nilai realisasi investasi mencapai US$2,9 miliar atau memiliki porsi 9,8% dari seluruh investasi asing.
China sendiri tak bisa diremehkan. Pada 2015 negara ini hanya menyumbang 3% dari seluruh investasi langsung (FDI) ke Indonesia, dengan nilai realisasi investasi sebesar US$628 juta. Akan tetapi pada Januari-September 2016, Negeri Tembok Besar berhasil melejit ke posisi tiga dengan nilai realisasi investasi sebesar US$1,59 miliar dan meraup porsi FDI 7%.
Namun demikian, Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong menyatakan dalam waktu dekat China masih belum mampu melampaui Jepang dalam hal realisasi investasi. Kendati Indonesia terus mencoba menarik dan meningkatkan minat investor China, dia justru memrediksi Korea Selatan berpotensi mengungguli China. Terlebih baru-baru ini Ketua Parlemen Korsel Chung Sye-kyun telah mengunjungi Indonesia pekan lalu.
“Perubahan posisi realisasi investasi dari negara luar tampaknya tidak akan berubah banyak, terutama pada posisi antara Jepang dan China. Sebab jarak [nilai realisasi investasi] mereka saat ini saja masih cukup jauh,” kata Lembong awal Januari 2017.
Di sisi lain, tambah Lembong, pihaknya berencana menggenjot nilai investasi dari Jepang, Korea Selatan dan Taiwan, setelah Donald Trump terpiilh sebagai Presiden AS. Pasalnya, sebagai mitra dagang utama AS yang relatif aman dari kebijakan proteksi perdagangan.
Permintaan produk dari ketiga negara tersebut diperkirakan akan meningkat, seiring perubahan kebijakan ekonomi Paman Sam di bawah Trump yang akan memaksimalkan konsumsi domestik. Meningkatnya permintaan produk Jepang tersebut akan dimanfaatkan BKPM untuk mempromosikan investasi dalam bentuk pabrik penyedia komponen otomotif dan komoditas penunjang lainnya, seperti bijih besi.
Adapun, selama ini sebagian besar investor Jepang menanamkan modalnya di sektor infrastruktur. Selain proyek MRT yang telah dikerjakan oleh Jepang, beberapa proyek infrastruktur pada 2016 seperti proyek ketenagalistrikan dan tol laut Surabaya-Sorong akan dikerjakan oleh konsorsium Jepang-Indonesia.
Kunjungan Perdana Menteri Shinzo Abe ke Indonesia pada Minggu (15/1), dijadwalkan akan meresmikan sedikitnya ada tiga proyek infrastruktur dengan nilai investasi jumbo. Pertama, perihal kesepakatan studi pendahuluan (joint study) proyek pembangunan Kereta Jakarta-Surabaya yang diestimasi mencapai US$7,8miliar atau sekitar Rp102 triliun.
Kedua, perihal kesepakatan eksekusi proyek pembangunan pelabuhan Patimban, Jawa Barat yang diestimasi mencapai US$3miliar atau sekitar Rp40,2 triliun. Terakhir, kesepakatan penggantian masa kontrak Blok Masela dari 10 tahun menjadi 7 tahun.
“Pelabuhan Patimban, dekat dengan kluster otomotif. Semua perusahaan mobil motor Jepang ada di sana semua. Jadi, kalau ada pelabuhan raksasa di sana, akan membuat ekspor otomotif kita lebih efisien,” ujar Lembong pekan lalu.
Terpisah, Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal BKPM Tamba Hutapea menyatakan, unggulnya realisasi investasi Jepang di Indonesia disebabkan karena rata-rata investor merupakan perusahaan lama dan sudah memiliki lahan di area industri. Hal itu membuat investor Jepang lebih mudah dalam melakukan proses pembebasan lahan, dibandingkan negara lain seperti China.