Oleh: Eka Merdekawati K.S. Bersepeda kini menjadi kegiatan yang kembali populer di masyarakat. Berbagai kalangan dan usia mulai menyukai kegiatan mudah menyehatkan ini. Namun bagaimana jika Anda ditantang untuk bersepda menempuh ribuan kilometer dalam waktu tiga minggu? Tujuh mahasiswa Geologi Unpad Bandung menjawab tantangan itu. Kegiatan bertajuk Spirit of the Journey ini berlangsung sejak 21 Januari hingga 4 Februari 2011 lalu. Mereka bersepeda menempuh sekitar 1.500 km menuju Pulau Komodo dari Jatinangor. Mereka adalah Luthfan Alhamra, Ahmad Saiful Muhtadi, Aris Purnama, Agung Dwi Apriandi, Adi Budi Kusuma, Idnan Rinaldi, dan Aji Ekasapta. Ketujuhnya tak ragu untuk menjalankan program dari Departemen Health, Safe and Environment (HSE) Himpunan Mahasiswa Geologi (HMG) Unpad dalam rangka promosi Pulau Komodo ini. “Kegiatan ini untuk mendukung Pulau Komodo menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Melalui kegiatan ini, kami harap bisa membantu menaikkan pamor Pulau Komodo yang mulai turun,” ujar Ari Kadarisman, penanggung jawab acara dalam acara penutupan Spirit of the Journey, di salah satu cafe di Bandung, Sabtu (26/2) malam. Tidak hanya untuk mempromosikan Pulau Komodo, ekspedisi sepeda ini juga untuk menularkan gaya hidup sehat kepada masyarakat yang mereka temui. Ya, menyosialisasikan agar bertransportasi dengan kendaraan tanpa polusi. Luthfan Alhamra, ketua tim ekspedisi menjelaskan ketujuh pesepeda ini dipilih dari 30 orang yang mendaftar. Jumlah tujuh pesepeda ini melambangkan tujuh keajaiban dunia. Sedangkan sepeda dipilih sebagai makna dari HSE yaitu kesehatan, keselamatan, dan lingkungan. Luthfan yang juga pencetus ide ekspedisi sepeda menuju Pulau Komodo ini mengatakan persiapan ekspedisi selama 6 bulan sejak pertengahan 2010. Persiapan ini terdiri dari 2 tahap yaitu seleksi atlet atau pesepeda serta pembekalan materi mengenai sepeda, rute, dan perjalanan kepada pesepeda. Dalam ekspedisi ini, tujuh orang pesepeda dikawal oleh tim kesehatan dan tim pendamping selama perjalan. Tim kesehatan dan tim pendamping inilah yang bertugas memantau kesehatan para pesepeda serta mengawasi ekspedisi yang mereka lakukan. Ekspedisi yang mulai tanggal 21 Januari lalu dimulai dari Jatinangor menuju Ciamis sebagai kota pemberhentian pertama. Pada hari pertama, salah seorang pesepeda mengalami putus rantai. Mereka sempat mengalami kesusahan. Pasalnya, ada salah satu peralatan yang mereka lupa bawa untuk memperbaiki sepeda. Bengkel adalah solusi mereka kala itu. Medan perjalanan di Nagrek yang berkelok menurun pun berhasil mereka lewati dengan baik. Seorang pesepeda mengaku tanjakan Gentong, Tasikmalaya lah yang cukup berat untuk hari pertama. Untuk urusan tidur, mereka memilih tidur di masjid, atau di SPBU. Hanya di kota-kota besar mereka menginap di penginapan. Sang ketua tim, Luthfan, mengatakan setiap pesepeda diberikan sebuah peluit. Jika peluit ditiup, menandakan tim harus berhenti. Peluit ini sebagai tanda jika ada yang kelelahan atau mengalami masalah dengan sepeda. Di hari kedua ekspedisi, tim sepeda ini mencapai Wanareja, Cilacap. Sedangkan hari ketiga mereka sampai di Sumpiuh, Banyumas. Medan di wilayah Jawa Tengah ternyata cukup sulit, karena rute yang dilalui adalah jalur di Lumbir, Banyumas. Jalan yang berkelok dan naik turun cukup melelahkan bagi mereka. “Tanjakan Lumbir cukup susah juga untuk kami lewati. Saya saja sampai lima kali turun dari sepeda untuk melewati tanjakan Lumbir ini,” ujar Aji. Rata-rata perharinya, tim ekspedisi sepeda ini menempuh 134 kilometer. Setiap harinya, pukul 07.00 mereka mulai perjalanan ekspedisi. Pukul 12.00 mereka beristirahat makan siang, Ekspedisi dilanjut lagi pukul 13.00 hingga 17.00. Luthfan menerangkan pihaknya sengaja tidak melakukan ekspedisi pada malam hari untuk menjaga stamina tim. Berbagai sambutan dan dukungan dari masyarakat pun mereka dapatkan selama ekspedisi ini. Di Yogyakarta, Luthfan mengatakan tim ekspedisi disambut oleh keluarga Geologi dari berbagai universitas di sana seperti Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Pembangunan Nasional (UPN). Tak hanya bersepeda, tim ekspedisi ini juga membagikan pamflet kepada masyarakat untuk ikut mendukung Pulau Komodo menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Di hari kedelapan, tim mulai menyebarang ke Pulau Bali. Di Bali inilah mereka mendapat sambutan dari klub sepeda fixie Bali. Medan terberat selama ekspedisi ini adalah Sumbawa, karena merupakan savana dan padang rumput yang panas. Jarangnya warung pun menjadi kendala bagi mereka. “Di Sumbawa warung itu baru bisa kami temukan setiap beberapa ratus kilometer. Jadi untuk restock persedian air pun kami cukup susah. Mau tidak mau kami harus menghemat persedian air kami,” ujar Luthfan. Jalan yang kecil pun menjadi kendala tersendiri bagi mereka. Jika truk lewat, mereka harus berhenti dan menepi untuk bergantian jalan dengan truk. Berbagai pengalaman pun mereka dapatkan dengan ekspedisi sepeda ini. Luthfan menceritakan di sepanjang pulau-pulau kecil menuju Flores, tim ekspedisi selalu mendapatkan makanan gratis dari berbagai rumah makan. Kendala yang paling mereka rasakan adala cuaca. Tak jarang berbagai jadwal penyeberangan pulau tertunda akibat cuaca yang buruk. Mereka juga sempat merasakan badai laut ketika tengah menyeberang menuju Flores dengan menggunakan kapal kecil milik nelayan. Gelombang ombak setinggi lima meter cukup membuat tim ekspedisi sepeda berdebar-debar ketakutan. Namun pada akhirnya mereka sampai juga di Pulau Komodo. Di sinilah mereka disambut hangat oleh petugas Bale Taman Nasional Komodo. Mereka juga melihat langsung Komodo yang ada di Taman Nasional ini. “Ada pengalaman iman yang kami dapatkan. Tidur di masjid membuat kami juga rajin solat. Dibangunkan jam 4 pagi oleh pengurus masjid untuk ikut solat subuh. Kami benar-benar merasakan ada iman dalam ekspedisi ini,” kenangnya. Total perjalanan sejauh lebih dari 1.500 km ini mereka tempuh dengan rata-rata 134 km per harinya. Di medan datar, kecepatan sepeda mencapai 24km/jam. Pada medan menanjak 8km/jam sedangkan pada medang menurun mencapai 40km/jam. Luthfan berharap adanya kegiatan ini dapat memicu masyarakat terutama mahasiswa untun berbuat sesuatu yang berguna bagi diri sendiri serta bangsa Indonesia. Apakah Anda berniat mencetak rekor selanjutnya? (Roberto Purba)
Gimana rasanya bersepeda sejauh 1.500 km?
Oleh: Eka Merdekawati K.S.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

22 menit yang lalu
Jumbo BBRI Shareholders’ Capital Gains Vary in May 2025
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru

18 jam yang lalu
Ini Rute Konvoi Persib Back to Back Champion Akhir Pekan Ini

5 hari yang lalu
Kawal Pembangunan Desa, Pemprov Jabar Gandeng ITB
Terpopuler
# Hot Topic
Rekomendasi Kami
Foto
