Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Angka Kemiskinan di Kabupaten Sumedang Berisiko Melonjak Dampak Kenaikan Harga BBM

Angka kemiskinan di Kabupaten Sumedang kemungkinan bisa mencapai 11 persen hingga akhir tahun lantaran dampak dari menurunnya daya beli masyarakat.
Ilustrasi/Antara
Ilustrasi/Antara

Bisnis.com, SUMEDANG - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kabupaten Sumedang menolak kenaikan harga BBM bersubsidi yang ditetapkan pemerintah 3 September 2022. Hal tersebut dinilai akan menjadi salah satu penyebab kenaikan kembali angka kemiskinan di Kabupaten Sumedang.

Hal tersebut disampaikan oleh Anggota Fraksi PKS DRPD PKS Kabupaten Sumedang Rahmat Juliadi, di Sumedang Rabu (7/9/2022).

Menurut Rahmat, angka kemiskinan di Kabupaten Sumedang kemungkinan bisa mencapai 11 persen hingga akhir tahun lantaran dampak dari menurunnya daya beli masyarakat akibat kenaikan harga BBM bersubsidi.

"Sekarang kan diberi BLT Rp600.000 per keluarga. Dengan demikian, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) kemungkinan akan kembali melonjak, ini menjadi otomatis," ungkap Rahmat.

Ia juga menilai nilai BLT tersebut nilainya tidak sebanding dengan dampak yang akan dialami masyarakat lantaran dipastikan harga kebutuhan pokok lain akan ikut terkerek.

"BBM ini kan merupakan kebutuhan pokok, tinggal tunggu saja kebutuhan pokok lain pun pasti akan naik," jelasnya.

Menurut Sekretaris Fraksi DPRD PKS Kabupaten Sumedang, Dadang Sopian Syauri kebijakan ini sangat berdampak terhadap masyarakat kecil.

Sebelumnya kita juga dihadapkan dengan kelangkaan dan mahalnya minyak goreng, ditambah dengan kondisi masyarakat yang tengah bangkit dari dampak Covid-19.

"Pelaku UMKM, supir, angkot, dll terasa dampaknya," jelasnya.

Ketua Fraksi PKS DPRD Kabupaten Sumedang Iwan Nugraha juga mengatakan, di Rapat Paripurna juga Fraksi PKS di DPRD Sumedang juga sudah menyampaikan penolakan.

"Karena kenaikan BBM ini akan menimbulkan multiplier efek yang luar biasa, sebentar lagi menurutnya akan terjadi kenaikan dinsektor lainnya," ungkap Iwan

"Kami ingin pemerintah meninjau dan melihat kebijakan ini, terkait dampaknya," jelasnya.

Menurutnya, kritiknya ini untuk mengingatkan pemerintah lantaran dengan adanya skema bantuan langsung tunai ini pemerintah pusat malah memberikan peraturan agar Pemda menganggarkan belanja langsung 2 persen dari DTU (Dana Transfer Umum).

"Ini memberatkan Pemda, sudah berat karena pandemi, sekarang dengan aturan ini memberikan beban tambahan kepada anggaran belanja Pemda," ungkapnya. (K34)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dea Andriyawan
Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper