Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

7 Resep Menjaga Daya Tahan Keuangan di Masa Pandemi

Sejatinya, pandemi Covid-19 yang terjadi sejak tahun 2020 membuat banyak perubahan pada kehidupan masyarakat, terutama di bidang finansial.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, BANDUNG—Menjual dua petak sawah tidak lantas membuat Iis Komalasari senang. Warga Majalaya, Kabupaten Bandung berusia 55 tahun ini justru bingung ketika uang penjualan sudah berada di tangannya.

Iis, ibu tiga orang anak yang sudah dewasa mengaku harusnya uang Rp150 juta yang didapat bisa ia sisihkan untuk tabungan dan keperluan pribadinya bersama sang suami. “Anak yang bungsu butuh biaya buat nikah, yang kedua baru saja di-PHK tempat dia kerja jadi butuh modal,” keluhnya kepada Bisnis pekan lalu.

Menurutnya menjual sawah adalah satu-satunya opsi ketika dirinya dihimpit kebutuhan mendesak. Situasi pandemi Covid-19 membuat usaha pemintalan benang suaminya lesu, pemasukan berkurang dan hanya mengandalkan tabungan yang tidak seberapa, sementara kebutuhan membiayai anak lalu muncul.

Setelah dibagi, Iis dan suami hanya bisa menyimpan sisa uang Rp20 juta. Mau tidak mau dicukupkan. “Yang penting bisa gelar pesta nikah sederhana, anak yang kedua bisa buka usaha gula aren, yang pertama untungnya tidak terlalu rewel. Kalau tidak ada pandemi, kebayang resepsi nikah pasti biayanya lebih tinggi juga, jadi kami bersyukur saja,” katanya.

Iis dan suaminya sadar bahwa kondisi keuangan mereka tidak sehat. “Si bapak nggak siap pas ada pandemi usaha jadi terdampak, jadi tahun lalu nabung sedikit-sedikit tapi habis juga karena kondisinya sekarang belum pulih. Ibu jual sawah, karena itu satu-satunya pegangan yang bisa menghasilkan uang besar, kalau kredit ke bank takutnya malah tidak bisa terbayar,” tuturnya.

Sejatinya, pandemi Covid-19 yang terjadi sejak tahun 2020 membuat banyak perubahan pada kehidupan masyarakat, terutama di bidang finansial. Chief Agency Officer Manulife Indonesia Jeffrey Kie mengatakan layaknya resesi ekonomi yang pernah terjadi dalam sejarah, pandemi saat ini melahirkan dampak finansial. “Misalnya, pemotongan gaji yang meluas, tingkat pengangguran yang bertambah, bisnis yang sulit berkembang, dan angka kesempatan kerja yang berkurang,” tuturnya.

Berkaca dari kasus Iis, Jeffrey sendiri menilai ada “obat” yang cukup ampuh agar kondisi finansial tetap terjaga meski situasi ekonomi tengah dihantam efek pandemi. “Ada 7 langkah atau obat finansial dari pandemi,” ujarnya.

Pertama, penting bagi kita untuk mengatur kembali pengeluaran. Menurutnya pandemi memiliki dampak besar pada perekonomian. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa Indonesia mengalami deflasi pada Juli hingga September 2020, yang artinya tingkat konsumsi masyarakat Indonesia melemah akibat pandemi. “Manulife Asia Care Survey pada November 2020 lalu pun menunjukkan kekhawatiran yang dirasakan 40% responden di Indonesia terhadap kemungkinan menurunnya kesejahteraan akibat Covid-19,” tuturnya.

“Fakta ini seyogyanya menyadarkan kira untuk mengerem gaya hidup. Bukan soal sedikit atau banyaknya uang yang kita miliki, melainkan bagaimana kita menggunakannya. Cobalah untuk mereduksi pengeluaran gaya hidup hingga 20%,” tuturnya.

Langkah kedua, Jeffrey menyarankan kita untuk menyusun anggaran pribadi. Menurutnya anggaran pribadi adalah kunci finansial yang sehat. “Ini akan memberikan wawasan tentang biaya tetap, biaya variabel, dan lainnya. Dengan adanya anggaran, kita bisa memprediksi keuangan di masa depan. Misalnya, kita bisa menilai secara cermat apakah mampu menerima tawaran kredit dari bank atau tidak,” ujarnya.

Anggaran yang terencana dengan baik akan membantu kita memilah-milah kebutuhan yang tidak diperlukan. Jika sewaktu-waktu Anda mengalami pengurangan penghasilan akibat resesi ekonomi, kita tahu mana variabel pengeluaran yang bisa direduksi.

Ketiga, penting untuk menekan penggunaan kredit. Menurutnya ada orang yang menghabiskan 50% penghasilannya hanya untuk membayar kredit. Bayangkan jika orang tersebut mengalami pemutusan kerja saat ini, bagaimana ia bisa membayar utang kredit tersebut?

“Covid-19 menyadarkan kita bahwa meskipun kita dapat mengambil kredit, tidak berarti kita harus menggunakannya untuk alasan finansial. Berbagai pihak menyarankan bahwa utang kredit tidak boleh lebih dari 20%-30% dari pendapatan bulanan bersih. Semakin rendah utang kredit, semakin baik bagi masa depan,” ujarnya.

Belajar dari kasus Iis, Jeffrey menyebut investasi adalah cara terbaik untuk meningkatkan dana sekaligus menyiapkan tabungan masa depan. “Akan tetapi, tidak semua investasi mampu memberikan dana instan ketika dalam keadaan darurat. Pandemi yang terjadi menuntut adanya dana liquid demi menghindari kebangkrutan finansial,” katanya.

Karena itu langkah keempat, miliki dana darurat sebelum berinvestasi harus menjadi pegangan. “Di sinilah pentingnya dana darurat. Ia dapat memberi waktu untuk kembali bangkit ketika sumber penghasilan menurun. Sebagai pelajaran masa depan, idealnya kita menyimpan dana sebesar enam bulan pengeluaran rutin ke dalam dana darurat. Jika keadaan darurat terjadi, setidaknya kita dapat bertahan selama enam bulan ke depan,” katanya.

Kelima, pihaknya juga menekankan pentingnya kita memiliki asuransi kesehatan. Virus COVID-19 menyebabkan penyakit pernapasan akut, yang membutuhkan perawatan medis tingkat tinggi. Jangka waktu pengobatan biasanya berjalan selama beberapa minggu, belum lagi dengan serangkaian tes untuk mendeteksi keberadaan virus. Untungnya, sampai saat ini, biaya medis virus Corona bagi pasien positif masih disubsidi oleh pemerintah.

Menurutnya bayangkan jika subsidi dihentikan, berapa tagihan rumah sakit jika harus menanggung semua biaya tersebut? Karena itu, selalu pertimbangkan untuk memiliki asuransi kesehatan swasta untuk kondisi finansial yang lebih aman.

“Salah satunya, seperti produk Asuransi Kesehatan MiUltimate HealthCare dari Manulife Indonesia. Selain memberikan manfaat dasar perawatan rumah sakit, Anda juga bisa mendapatkan manfaat tambahan pilihan rawat jalan, rawat gigi, hingga manfaat tambahan melahirkan,” ujarnya.

Langkah keenam, yakni diversifikasi portofolio investasi yang selalu disarankan para investor piawai. Selama krisis finansial, ketika satu industri terkena dampak, yang lain biasanya naik. Misalnya saja, virus Corona telah mengerem laju moda transportasi, sehingga permintaan minyak turun drastis.

Sebaliknya, pasar emas terus melonjak, yang membuat banyak investor berlindung pada minyak hitam ini. “Ini hanyalah sedikit contoh bagaimana kondisi yang sama bisa memberikan dampak yang berbeda pada sektor yang berbeda. Jadi, sangat penting untuk mendistribusikan dana Anda ke berbagai instrumen investasi, seperti saham, komoditas, logam, dan lainnya,” paparnya.

Terakhir, langkah ketujuh, penting untuk memikirkan sumber pendapatan kedua. Menurutnya untuk menjaga agar pundi pendapatan terus mengalir, pekerjaan sampingan dapat membantu Anda mempertahankan laju finansial Anda. Seiring dengan perubahan permintaan, orang dengan lebih dari satu pekerjaan dapat bertahan hidup lebih baik daripada mereka yang memiliki satu pendapatan tetap.

“Jadi, rencanakan kehidupan pribadi Anda untuk memiliki sumber pendapatan kedua dalam waktu dekat. Sama seperti investasi, mendiversifikasi penghasilan akan melindungi Anda dari segala krisis di masa depan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper

Terpopuler