Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peternak Jawa Barat Dirugikan Peredaran Telur Infertil

Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jawa Barat memastikan peternak mengalami kerugian akibat beredarnya hatched egg (HE) atau telur infertil di pasaran.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com,BANDUNG—Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jawa Barat memastikan peternak mengalami kerugian akibat beredarnya hatched egg (HE) atau telur infertil di pasaran.

Kepala DKPP Jawa Barat Jafar Ismail mengatakan peredaran telur infertil sudah terjadi beberapa bulan sebelum pandemi Covid-19 melanda namun makin parah saat pemerintah memutuskan menutup aktivitas ekonomi tiga bulan terakhir. Kondisi ini dimanfaatkan perusahaan pembibitan yang menjual telur HE yang sebenarnya untuk menghasilkan anakan ayam atau day old chick (DOC).

"Saat pandemi Covid ini kan restoran, hotel, pariwisata tutup, jadi mereka mau tidak mau telurnya harus dijual murah. Efeknya, peternak ayam ras dan petelur terhantam, kasihan mereka rugi,," katanya di Bandung, Kamis (18/6).

Sejak awal pihaknya mengaku sudah memberikan imbauan karena sudah ada larangan dalam Permentan Nomor 32 Tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Di mana dalam Bab III pasal 13 disebutkan, pelaku usaha integrasi, pembibit GPS, pembibit PS, pelaku usaha mandiri dan koperasi dilarang memperjualbelikan telur tertunas dan telur ayam infertil sebagai telur konsumsi.

"Sanksi buat perusahan yang menjual telur HE, yaitu mulai dari peringatan secara tertulis, penghentian kegiatan, tidak diberikan rekomendasi pemasukan satu tahun, dan terakhir pencabutan izin usaha," paparnya.

Jafar mengatakan, penjualan telur infertil dengan harga murah otomatis akan mematikan harga. Namun guna mengantisipasi peredaran telur infertil tetap dibutuhkan kerjasama dengan sejumlah stakeholder terutama membahas jumlah kebutuhan konsumsi di Jabar per kapita secara riil.

"Upayanya, harus duduk bersama, menghitung yang riil, mulai dari penduduk Jabar, harus bersama BPS ,lalu harus dihitung kebutuhan (telur) per kapita," katanya.

Menurut Jafar, secara tampilan tidak ada perbedaan yang mencolok antara telur HE dengan telur yang dihasilkan ayam petelur tak terkecuali soal kandungam proteinnya. Infertil juga biasanya tidak langsung didistribusikan oleh para breeding maupun perusahaan ayam pedaging.

“Sehingga ketika sampai di masyarakat sudah dalam kondisi busuk. Hal ini pula yang membuat telur HE tidak dapat diperjualbelikan. Yang membedakan kalau sudah dipecahkan. Kalau telur HE sudah dibuahi oleh jantan sehingga lingkaran blastoderm (sel embrio) lebih besar," ungkapnya.

Pihaknya mencatat saat ini permintaan telur di Jawa Barat yaitu di angka 498.000 ton per tahun. Sementara kapasitas produksi yaitu 188.000 ton per tahun. Untuk menutupi permintaan tersebut pihaknya mendatangkan telur dari sejumlah provinsi, di antaranya Lampung, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Ke depan DKPP Jawa Barat berencana membentuk kawasan koorporasi peternakan seperti yang sudah dilakukan di Ciamis. Di mana pihaknya bisa membantu salah satu koperasi ayam petelur di kawasan tersebut untuk menggenjot kuantitas dan kualitas produksi.

"Tahun 2021, kita buka kawasan juga di kabupaten Tasik. Di mana nantinya kita tidak tergantung dari provinsi Lampung, Jawa Timur maupun Jawa Tengah," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper