Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bisnis.com, BANDUNG - Sejumlah pekerjaan rumah menunggu penanganan direksi Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Barat dan Banten Tbk. yang baru. Mulai dari pembenahan internal, manajemen krisis, hingga penyaluran kredit yang tepat sasaran.

Poin terakhir menjadi sorotan Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat. Dalam sebuah kesempatan, pria yang akrab disapa Emil ini meminta kepada Bank BJB untuk fokus membantu pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

"Kredit bank BJB untuk UMKM masih 5% dari total. Saya ingin minimal 40%," kata dia, belum lama ini. Menurutnya, Bank BJB memang telah mencatatkan kinerja cukup positif dari sisi bisnis. Hanya saja, Bank BJB masih belum menjalankan fungsinya sebagai BPD, terutama membantu pembangunan infrastruktur dan UMKM.

Kritik Emil itu bukannya tanpa alasan. Sebab, emiten bersandi saham BJBR itu bisa dibilang lemah dalam mengelola kredit untuk UMKM. Hal itu diketahui berdasarkan audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Berdasarkan pemeriksaan pada 2014 dan semester I/2015 yang termuat dalam dokumen ikhtisar hasil pemeriksaan (IHPS) semester II/2017, lembaga audit negara itu menyatakan kredit UMKM Bank BJB tidak didukung dengan analisa yang maksimal.

BPK menilai manajemen Bank BJB belum melaksanakan pengembangan dan penguatan kapasitas segmen ekonomi mikro dan segmen produktif lain. Penyaluran kredit UMKM Bank BJB pada 2015 sangat selektif dan lebih banyak dilakukan ke debitur lama.

Sebab, perseroan belum dapat menurunkan NPL kredit UMKM yang sebesar 23,03%. Tak hanya itu, BPK juga menilai pemberian kredit UMKM belum sepenuhnya didukung analisis kredit performing loan mikro yang telah ditetapkan.

Sehingga, perolehan laba operasional kredit dan pelayanan kredit UMKM tidak maksimal. Selain itu, jumlah kredit tidak berkurang signifikan. Pasalnya, BPK menilai manajemen Bank BJB belum optimal dalam merencanakan SDM untuk mengelola kredit mikro UMKM.

"Pemberian kredit UMKM belum sepenuhnya didukung analisis kredit performing loan mikro yang telah ditetapkan," tulis BPK.

Sementara itu, Bank BJB melalui laporan tahunan 2018 yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI) menegaskan telah melakukan perbaikan bisnis di sektor UMKM.

Selama tahun lalu, total pencairan kredit UMKM mencapai Rp1,08 triliun, naik 2,16% dibandingkan 2017 yakni senilai Rp1,06 triliun. Total outstanding kredit naik sebesar 13,27% dari Rp1,7 triliun pada 2017 menjadi Rp1,93 triliun pada tahun lalu.

"Ini dikarenakan sudah lebih baiknya kualitas portofolio kredit UMKM, sehingga jumlah pencairan lebih tinggi daripada run-off yang dilakukan untuk perbaikan kualitas kredit kelolaan UMKM," tulis perseroan.

UJI KELAYAKAN

Di sisi lain, Sampai saat ini Bank BJB masih belum menyerahkan daftar calon direksi untuk menjalani uji kelayakan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Kita menunggu dari banknya,” kata Kepala OJK Perwakilan Jawa Barat Triana Gunawan.

Menurutnya, mekanisme pengiriman nama diawali pemegang saham menyerahkan nama-nama hasil seleksi kemudian oleh komisaris dan direksi Bank BJB dikirim ke OJK untuk dilakukan fit and proper test.

OJK sendiri tidak memberikan jangka waktu kapan penyerahan nama-nama itu masuk untuk di fit and proper test. Pihaknya menyerahkan urusan itu pada kesiapan Bank BJB. “Memang lebih cepat lebih baik,” katanya.

Triana menilai jika susunan direksi sudah lengkap maka bisa makin mengakselerasi kinerja bank tersebut. Pihaknya juga memastikan urusan ini tidak akan mengganggu rencana RUPS pada 30 April mendatang.

Pengamat perbankan Paul Sutaryono menilai, ada dua hal yang harus dibenahi di internal Bank BJB. Pertama auditor internal, dan kedua pengawasan yang melekat. Apalagi, dalam 10 tahun terakhir ada empat kasus kredit fiktif yang melanda perseroan, termasuk di anak usahanya yakni Bank BJB Syariah.

"Karena fraud perbankan bisa dilakukan oleh pegawai level apa saja. Artinya pegawai dari bawah sampai atas bahkan manajemen bisa. Ini di internal harus dibenahi," kata dia.

Menurutnya, dalam RUPS yang digelar akhir bulan nanti, pemegang saham harus menekankan profesionalitas auditor internal. "Sehingga dapat mencium bau busuk di unitnya, baik mulai kantor cabang, wilayah, sampai pusat," tegasnya.

Selain itu, sambung Paul, perlu dikembangkan pengawasan melekat atau waskat oleh atasan kepada bawahannya. Dengan demilian, setiap bibit upaya fraud dapat terdeteksi dari awal sehingga terjadinya kerugian finansial bisa dicegah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Tegar Arief

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper