Baru saja Indonesia mengalami kekalahan dari Amerika Serikat terkait pelonggaran kebijakan impor. Setelah sebelumnya Presiden Jokowi beserta para menteri melakukan rapat terbatas membahas kebijakan luar negeri Amerika Serikat, mengenai peninjauan ulang generalized system of preferences (GSP) terhadap Indonesia. Hal ini merujuk pada review yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan Pemerintah AS atau US Trade Representative (USTR). Mereka menganggap Indonesia telah menerapkan beragam hambatan perdagangan dan investasi yang menciptakan efek negatif yang serius pada perdagangan AS.
Jika kebijakan itu diberlakukan maka subsisdi tarif bea masuk barang-barang ekspor Indonesia ke Amerika Serikat terancam akan dikurangi. Hal ini tentu akan berdampak bagi para eksportir di dalam negeri. Utamanya terkait produk hortikultura, hewan dan produk hewan.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Nilai ekspor nonmigas Jawa Barat selama 2018 sebesar US$12,75 miliar dengan tujuan ekspor ke Amerika Serikat sebesar US$2,05 miliar (16,07%).
Amerika Serikat adalah Negara tujuan ekspor terbesar dari Jawa Barat. Komoditas ekspor dengan nilai terbesar Jawa Barat ke Amerika Serikat diantaranya ban kendaraan bermotor, pakaian jadi, alas kaki, dan mesin printer.
Sejatinya ekspor besar Jawa Barat disokong penanaman modal asing yang tidak sedikit, yang sebagian besar diterima oleh sektor industri. Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Jawa Barat, Penanaman Modal Asing (PMA) di Jawa Barat mencapai US$5,14 miliar atau sekitar Rp66,8 triliun, angka ini merupakan yang terbesar diantara provinsi lain.
Kebijakan baru Amerika Serikat sedikit banyak akan mempengaruhi iklim investasi di Jawa Barat. Langkah awal mesti dilakukan pemerintah untuk meningkatan kapasitas produksi sektor industri. Di sisi lain, impor Jawa Barat dari Amerika Serikat pada tahun 2018 hanya sebesar US$211,36 juta. Adapun nilai ekspornya mencapai US$2.105, 77 juta hampir sepuluh kali lipat nilai impor Jawa Barat. Hal ini perlu menjadi perhatian, mengingat Amerika Serikat adalah pasar utama untuk ekspor Jawa Barat.
Jika subsidi bea tarif dikurangi, kemungkinan besar barang dari Jawa Barat akan kalah bersaing di negeri Paman Sam. Barang yang sama akan masuk dari negara lain dengan nilai yang lebih murah. Walau perubahan regulasi dikhususkan bagi ekpsor hortikultura, ternak dan produk ternak, kiranya tetap memberikan dampak bagi Jawa Barat.
Pelaku usaha yang paling terdampak dari perubahan regulasi ini tentunya adalah petani dan peternak. Diantara aturan perdagangan yang awalnya ditetapkan adalah membatasi impor hortikultura, ternak dan produk ternak disaat panen. Tentunya hal ini diberlakukan sebagai upaya melindungi petani. Ketika panen dan produk melimpah, petani tidak dirugikan dengan harga jual yang sangat murah.
Setelah berubahnya peraturan, pasca kalahnya Indonesia dari Amerika Serikat, hal inilah yang sekarang harus dihadapi petani. Hambatan impor hortikultura, ternak dan produk ternak tidak seketat dahulu.
Bagi para eksportir, kebijakan baru pemerintah Amerika Serikat memerlukan antisipasi khusus setelah diberlakukan, eksportir harus mencari alternatif pangsa pasar lain selain Amerika Serikat. Disini kembali pemerintah diminta berperan lebih besar. Perlu antaisipasi dan regulasi lain, bagaimana melindungi petani dan peternak. Disamping itu perlu segera melakukan langkah antisipasi untuk mencegah investor asing memindahkan modalnya dari Indonesia, terutama Jawa Barat. Dukungan regulasi dan peningkatan infrastruktur yang memadai menjadi urgen untuk dilakukan.
Penulis: Sri Utami, SE
Statistisi di Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat