Bisnis.com, BANDUNG - Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti) beberapa waktu lalu memunculkan wacana untuk menerapkan skripsi sebagai pilihan dan bukan menjadi syarat kelulusan meraih gelar Sarjana atau S1.
Menanggapi hal tersebut Rektor ITB Kadarsah Suryadi mengatakan skripsi bukan dihapuskan sebagai syarat kelulusan tetapi menjadi bagian dari pilihan.
“Pilihan karena ada juga prodi yang tetap perlu dokumen tertulis, seperti Komunikasi di bidang sosial perlu tertulis, dan ke depannya jika ada yang ingin menjadi peneliti mau mengambil S2 dan S3, harus berlatih dari awal menulis. Jadi sangat bergantung pada apa kebutuhannnya, ada juga yang memang harus praktik ke industri atau ke lapangan. Jadi sangat tergantung pada Prodi. Pak Menteri bagus, memberikan suatu ruang, keleluasan, sesuai dengan kebutuhan saja,” ujar Kadarsah di Bandung pada Selasa (9/6/2015).
Kadarsah menambahkan pihak ITB masih merasa perlu dengan adanya skripsi karena menjadi bagian dari alat komunikasi.
“Komunikasi ada yang tertulis, penulisan dan juga visual, visual itu seperti untuk desain dan seni rupa. Tapi kita masih perlu, dalam arti tadi ingin mahasiswa kita dididik untuk berkomunikasi sejak dini, baik tertulis, verbal, maupun visual, skripsi masih dijalani untuk keperluan itu,” ujarnya.
Mengenai syarat kelulusan menurut Kadarsah untuk menempuh itu harus lulus dari minimal 144 sks.
“Itu tergantung Prodinya, ITB tetap menyerahkan pada Prodi,”ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Rektor Unpad Tri Hanggono Achmad mengatakan syarat kelulusan merupakan sesuatu yang harus komprehensif yaitu nilai lulus dari semua mata ujian dan skripsi hanya menjadi satu bagian.
“Saya kira yang dilihat bukan skripsinya, banyak metode yang bisa ditempuh. Prinsipnya itu kompetensi yang akan dicapai adalah kompetensi kemampuan berpikir komprehensif dan penulisan academic writing. Penting sebenarnya ujian komprehensif nanti itu,” ujar Tri Hanggono.
Tri menambahkan bentuknya tidak harus selalu skripsi namun gol pentingnya hasil akademik tersebut harus dapat didiseminasikan.
“Maka kita membuat suatu metode lain. Bentuknya apa, publikasi sifatnya. Bagi kami justru itu akan lebih simple,” ujar Tri Hanggono.
Menurut Tri, skripsi merupakan bagian dari riset yang nantinya ide penulisan skripsi dapat dilakukan sejak awal dan tidak harus di akhir masa perkuliahan.
“Munculnya ide penulisan bisa sejak awal, poinnya pada proses pendidikan itu menjadi bagian dari riset dosen, bahkan di beberapa Prodi di Unpad itu sudah tidak menggunakan di momentum terakhir lagi. Sejak awal sudah punya ide, ada penelitian dengan dosennya, seperti itu,” ujarnya.
Terkait masa kuliah yang dibatasi, Tri menyambut baik hal tersebut karena dapat memberikan pengaruh positif pada Perguruan Tinggi.
“Kalau kita tidak dengan pola seperti itu, dapat melonggarkan daya tampung artinya kalau orang tidak lulus terus, berarti daya tampung berkurang, lalu juga mendorong produktivitas agar tenaga kerja bisa segera terbentuk, jadi bagus sebetulnya dan kalau dilihat itu juga menjadi pendorong bagi perguruan tinggi agar lebih produktif,” ujarnya. (k5)