Benarkan Sri Baduga Maharaja itu Prabu Siliwangi?

BANDUNG (bisnis-jabar.com) – Kebenaran Sri Baduga Maharaja itu adalah Prabu Siliwangi belum dapat dipastikan. Sosok Prabu Siliwangi beserta Kerajaan Padjadjaran lebih banyak diungkap dalam cerita lokal dan legenda. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Nunung Sobari mengatakan sebagian masyarakat Jawa Barat mengidentikan tokoh Prabu Siliwangi adalah Sri Baduga Maharaja Raja Kerajaan Sunda. "Hal tersebut akan dibedah oleh para ahli sehingga akan diperoleh data yang akurat dan lengkap," katanya saat membuka Bedah Naskah Kuno ’Sri Baduga dalam Kajian Sejarah, Filologi, dan Sastra Lisan’ di Hotel Baltika Bandung, Rabu (31/10). Data tentang Kerajaan Sunda atau Padjajaran belum banyak diketahui. Saat ini, lanjutnya, sekitar 146 naskah kuno yang disimpan di musem sebagian besar ditulis di kertas berbahan tradisional dan pabrik. "Ada juga yang menggunakan media daun jenis lontar dan nipah, kayu, dan logam tembaga," ungkapnya. Mumuh Muhsin, salah satu narasumber, menyatakan eksistensi Kerajaan Sunda atau Pajajaran dan Sri Baduga tidak perlu diragukan lagi, sebagai fakta sejarah, bukan dongeng atau mitos. ”Yang harus didiskusikan bukan lagi apakah Kerajaan Sunda atau Padjadjaran dan Sri Baduga itu ada tidak. Sudah tidak perlu diragukan lagi karena itu berdasarkan fakta yang jelas dan otentik," tegasnya. Dia melanjutkan keberadaan keduanya didukung banyak sumber, mulai dari sumber lisan, sumber lisan hingga sumber prasasti. Prabu Siliwangi, ungkapnya, adalah julukan untuk Sri Baduga Maharaja. Taufik Ampera, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Unpad, menambahkan Prabu Siliwangi dalam sastra lisan yang berupa dongeng, cerita pantun, dan wangsit, merujuk pada tokoh raja Kerajaan Padjadjaran. Menurutnya, sosok Prabu Siliwangi ini terkenal dengan kebesarannya, kepemimpinannya, kebijakan, kegagahan, kejayaan, kecerdikan, dan keadilannya dalam memimpin Kerajaan Padjadjaran. "Mitos Prabu Siliwangi di Leuweung Sancang mulai redup seiring dengan perkembangan zaman dam pudarnya keyakinan masyarakat terhadap mitos tersebut,” ujarnya. Sedangkan mitos di Gunung Salak, sebutnya, semakin kuat ditunjang realitas faktawi yang terjadi di sekitar Gunung Salak, seperti kecelakaan pesawat terbang dan pembangunan Pura Parahyangan Agung Jagatkarta Tamansari Gunung Salak. (k4/fsi)